Sabtu, 10 Juli 2010

Obat Kesedihan

Keimanan seseorang bisa berubah-ubah, dapat meningkat juga dapat merosot tajam. Keimanan akan meningkat dengan amalan shalih yang dikerjakan. Dan kemerosotannya disebabkan terjadinya pelanggaran syari’at dan maksiat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan keimanan dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Mustadrak dengan sanad hasan, "Sesungguhnya keimanan dapat menjadi lekang, bagaikan baju yang bisa berubah usang. Karena itu, mintalah kepada Allah agar Allah memperbaharui iman dalam hati kalian".

Kita harus memonitor keimanan yang merupakan barang paling berharga yang kita miliki. Kita mesti mengontrol amalan yang selama in biasa kita lakukan. Jangan sampai terjadi kemerosotan, apalagi sampai keimanan hilang dari dada. Kemerosotan iman saja sangat merugikan manusia, apalagi jika seseorang murtad, keluar dari agama Islam, sudah tentu kerugian dunia akhirat pasti didapat. Sahabat Abu Darda Radhillahu ‘anhu berpesan, Termasuk tanda kecerdasan seorang (hamba) Muslim, ia selalu mengetahui apakah imannya sedang naik ataupun menurun. Oleh karena itu, marilah kita meningkatkan taqwa kita kepada Allah ta’ala karena taqwa adalah sebaik-baik bekal bagi seorang hamba dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.

Kehidupan manusia tidak selamanya bahagia. Manusia tidak terlepas dari yang namanya kesedihan, kesusahan, kesempitan dan berbagai macam musibah yang menimpa hati. Kondisi yang seperti ini menimpa seluruh manusia, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah.
Dan setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk mengobati penyakit tersebut. Dan tidak jarang cara-cara tersebut hanya bisa menghilangkan kesedihan sementara, lalu setelah itu justru mendatangkan kesengsaraan yang bertambah parah. Maka kita dapatkan kebanyakan mereka menghilangkan kesedihan dengan minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, merokok mendatangi dukun, mendengarkan musik hingga membuat lalai dan lain-lain yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah. oleh sebab itu bukanlah ketenangan dan kelapangan hati yang mereka dapatkan tetapi justru kesempitan dan kesengsaraanlah yang mereka rasakan, karena mereka telah jauh dari tuntunan Islam. saat itulah dibutuhkannya obat diri untuk penyembhannya:

Obat yang pertama adalah kita meyakini bahwa kesedihan dan kesusahan yang menimpa kita, sudah ditaqdirkan oleh Allah, maka ketika kita menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita.

Kemudian obat berikutnya adalah do’a
yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kesedihan. Ini sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

"Tidaklah seorang hamba tertimpa kesusahan dan kesedihan kemudian dia berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, dan anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlaku kepadaku hukumMu, adil atasku QadhaMu (keputusanMu), aku meminta kepadaMu dengan seluruh nama-namaMu (yaitu) yang Engkau namakan diri Engkau dengan nama tersebut, atau yang Engkau turunkan di kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada kepada salah satu hambaMu, supaya Engkau menjadikan al-Qur’an penyiram hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, penghilang kecemasan dan kegelisahan, kecuali Allah akan menghilangkan kesusahannya dan menggantinya dengan kesenangan".

Tentunya di dalam berdo’a dengan do’a di atas kita harus faham dengan makna yang terkandung di dalam do’a tersebut, supaya kita menghadirkan hati kita di dalam berdo’a. Karena Allah tidak menerima do’a seorang yang hatinya lalai, dan salah satu sebab kelalaian tersebut adalah tidak fahamnya kita dengan kandungan makna do’a tersebut.
Maka Ibnu al-Qayim Rahimahullah menjelaskan kandungan makna do’a tersebut sebagai berikut:
Pengakuan seorang hamba bahwa dia adalah hamba Allah, seorang makhluk yang harus tunduk dan patuh terhadap semua perintah, dan ini menunjukkan bahwa dia tidak bisa lepas dari pertolongan Allah, walaupun hanya sekejap mata. Ini juga menumbuhkan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang bisa menghilangkan kesedihannya.
Persaksian dia bahwa ubun-ubunnya, dan ubun-ubun seluruh makhluk berada di tangan Allah, oleh sebab itu dia tidak merasa takut dengan makhluk karena dia sadar bahwa dia dan makhluk lain sama kedudukannya sebagai seorang hamba, dan makhluk yang lain tidak bisa memberikan manfaat maupun menimpakan mudharat kepada dirinya.

Memulai do’anya dengan tawassul yang disyari’atkan, yaitu dengan bertawassul dengan nama-nama Allah, baik yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak. Ini adalah dalil bahwa nama-nama Allah tidak terbatas jumlahnya, karena di antara nama-nama Allah ada nama-nama yang hanya Allah sendiri yang tahu, berarti sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh manusia tidak mungkin bisa dihitung.
Dalam do’a ini terkandung permintaan seorang hamba supaya Allah Ta’ala menjadikan al-Qur’an sebagai “Rabi’” bagi hatinya. Rabi’ adalah air hujan, maka Nabi menyerupakan menyerupakan al-Qur’an dengan air hujan, karena sebagaimana air hujan menumbuhkan bumi, maka al-Qur’an pun menghidupkan hati. Dan apabila hati kita hidup, maka hiduplah seluruh anggota badan kita.
Kemudian permintaan hamba supaya al-Qur’an dijadikan cahaya bagi dadanya, karena dada yang bercahaya dan hati yang hidup adalah sumber kelapangan dan kebahagiaan seseorang.
Permintaan seorang hamba supaya Allah menjadikan al-Qur’an penghilang kesedihannya, karena kalau kesedihan dihilangkan dengan al-Qur’an, maka kesedihan tersebut tidak akan kembali. Berbeda halnya apabila dihilangkan dengan selainnya seperti harta, anak, istri, jabatan atau apapun selainnya, maka kesedihan akan kembali ketika obat-obat selain al-Qur’an itu pergi.
Dianjurkan bagi yang mendengar hadits ini untuk mengamalkannya sebagaimana perintah Nabi kepada para sahabatnya pada hadits di atas.
Maka kesimpulannya, kesedihan dan kesempitan hati tidak akan bisa dihilangkan kecuali dengan tauhid/ pemahaman yang benar tentang Allah, dan dengan al-Qur’an yaitu dengan menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi hidup kita, yang senantiasa kita pahami serta kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Itulah obat yang dicontohkan oleh Nabi untuk menghilangkan kesedihan dan kesusahan dan ini menunjukkan betapa sempurnanya agama kita. Tidaklah ada satu kebaikan pun kecuali kita sudah dijelaskan dan tidaklah ada satu keburukan pun kecuali kita sudah diperingatkan untuk menjauhinya.
Kemudian kita juga diharuskan untuk menjauhi sebab-sebab munculnya kesedihan dan kesempitan hati yaitu dengan menjauhi sikap berpaling dari al-Qur’an sebagaimana firman Allah: “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124).

1 komentar:

Terima kasih semoga kritik dan sarannya