Jumat, 30 Juli 2010

Tadarus Bukti Cinta kita pada Islam

Oleh: Anggi Susilo, S.HI.

Allah menciptakan waktu, hari dan bulan sebagai petunjuk dan pengingat manusia kepada Rabb-Nya...oleh karena itu sudah sepantasnya manusiapun harus memelihara agamanya.Salah satu bentuk dari kita memelihara agama adalah dengan membaca kitab Al-Quran
Iqra...bacalah...Karena:

1. Karena dengan hanya membaca kamu akan mendapat ganjarannya
المَاهِرُ بِالقُرْانِ مَعَ السَفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَتِ. وَالَّذِى يَقْرَؤُهُ وَهُوَ عَلَيْهِ شاَقٌ يُتَعْتِعُ فِيْهِ لَهُ اَجْرَانِ
"Orang yang pandai membaca Al Qur'an akan bersama malaikat yang mulia lagi berbakti, dan yang membaca tetapi sulit dan terbata-bata maka dia mendapat dua pahala". (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Memperoleh Pahala berlipat
مَنْ قَرَأَ حَرْفاً مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرٍ اَمْثَالِهَا
"Barangsiapa membaca satu huruf dari Al Qur'an, maka baginya satu pahala, dan satu pahala diganjar sepuluh kali lipat". (HR. Attirmidzi).

3. Sarana Berdialog dengan Tuhan
إِذَا اَحَبَّ اَحَدُكُمْ أَنْ يُحَدِّثَ رَبَّهُ فَااليَقْرَأَ الْقُرْأَنَ
"Apabila seseorang ingin berdialog dengan Robbnya, maka hendaklah dia membaca Al Qur'an". (HR. Adailami dan Al Baihaqi).

Kini Ramadhan akan mengahampiri, mari kita perbanyak Tadarus Al-Qur'an dan perbanyak Amalan lainnya, sebagai bekal kita kelak diakhir zaman. Dan semoga Allah menerima amalIbadah Ramadhan Kita Amin.

Kamis, 22 Juli 2010

Hukum Shalat Berjama'ah

Berjama'ah adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap mukmin.
Hukum Shalat Berjama'ah menurut Para fuqaha (ahli fiqh) antara lain dari kalangan Madzhab Maliki, Syafi'i, dan sebagian Madzhab Hanafiyah berpandangan bahwa hukum shalat berjama'ah adalah sunnah muakkadah ada pula sebagian fuqaha mengatakan hukumnya wajib kifayah begitulah pendapat kedua dari mazhab Syafi'i sedangkan fuqaha lainnya lagi mengatakan wajib 'ain, demikianlah pandangan Atha, Al-Auza'i, Abu Tsaur dan umumnya tokoh madzhab Hambali dan Zhohiri. Pendapat ketiga inilah yang paling kuat, berdasarkan banyaknya riwayat yang shahih tentang kewajiban shalat berjama'ah bagi setiap muslim yang terlepas dari udzur. Adapun dalil-dalinya adalah :
Dalil Dari Al-Qur'an

1. Perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk melakukan ruku' bersama orang-orang yang ruku',
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
( وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ ( البقرة : 43
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku" (QS. Al Baqarah :43) Konteks ayat "Ruku'lah bersama orang-orang yang ruku', mengisyaratkan wajibnya shalat berjama'ah sebab jika dikatakan ayat diatas hanya menunjukkan perintah shalat maka lafadz "Wa aqimush shalah" (Dirikanlah shalat) itu sudah cukup. Berkata Al Hafizh Ibnul Jauzi رحمه الله ketika menafsirkan ayat ini : "Yaitu shalatlah bersama-sama orang yang shalat" (Lihat Zaadul Masiir 1:75) Ibnu Katsir رحمه الله mengatakan "Dan banyak para ulama yang menjadikan ayat ini sebagai dalil diwajibkannya shalat berjama'ah".(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1:85) Jika dikatakan bahwa perintah "Ruku'lah bersama orang-orang yang ruku', juga telah dikatakan kepada Maryam padahal sebagaimana yang diketahui bahwa wanita tidak wajib shalat berjama'ah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
( يَامَرْيــَمُ اقْنُتِي لِرَبــِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ ( آل عمران :43
"Hai Maryam, ta`atlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku`lah bersama orang-orang yang ruku". (Ali Imran : 43)
Maka kita katakan bahwa ayat ini tidak mewajibkan atas wanita umumnya akan tetapi perintah tersebut dikhususkan untuk Maryam, karena ibu beliau pernah bernadzar untuk menjadikannya hamba yang selalu tunduk dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan untuk beribadah kepadaNya serta mengabdi dan memakmurkan masjid, sedangkan wanita selain beliau lebih utama melaksanakan shalat di rumah mereka masing-masing, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam :
( صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِي اْلمَسْجِدِ ( رواه حاكم
"Shalatnya seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada shalatnya di masjid" (HR. Hakim)

2. Perintah untuk melaksanakan shalat berjama'ah dalam keadaan takut.
Perintah untuk melaksanakan shalat berjama'ah bukan hanya diperintahkan ketika dalam keadaan tenang/ damai bahkan hal ini juga diperintahkan ketika dalam keadaan takut, hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang artinya:
"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan seraka`at), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata". (QS. Annisa : 102)

Telah disebutkan di atas bahwa "..dan hendaklah datang segolongan kedua yang belum shalat, lalu bershalatlah bersamamu...". Ini adalah dalil bahwa shalat berjama'ah adalah fardhu 'ain, bukan fardu kifayah, ataupun sunnah. Jika hukumnya fardhu kifayah, pastilah gugur kewajiban berjama'ah bagi kelompok kedua karena telah ditunaikan oleh kelompok pertama. Dan jika hukumnya adalah sunnah, pastilah alasan yang paling utama untuk meninggalkan shalat berjama'ah adalah karena takut. Kalau saja Allah Subhanahu wa Ta'ala tetap mewajibkan untuk shalat berjama'ah dalam keadaan takut/ perang maka tentunya dalam situasi tenang dan aman hukumnya akan lebih wajib.

3. Sebagai Sebuah Pengingat bagi setiap manusia bahwa kelak akan dipertanyakan
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
يَوْمَ يُكْشَفُ عَنْ سَاقٍ وَيُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ فَلاَ يَسْتَطِيعُونَ خَاشِعَةً أَبـْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ وَقَدْ كَانُوا يُدْعَوْنَ إِلَى السُّجُودِ وَهُمْ سَالِمُونَ : القلم:42-43
"Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam keadaan sejahtera." (QS.Al-Qalam 42-43)

Berkata Said bin Musayyib رحمه الله ketika menafsirkan ayat di atas : "Mereka adalah orang-orang yang mendengarkan hayya 'alashshalah hayya 'alal falah namun mereka tidak memenuhi panggilan tersebut" Berkata Ka'ab bin Al-Ahbar رحمه الله berkata "Demi Allah tidaklah ayat ini diturunkan kecuali sebagai peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalat berjama'ah"


Dalil Dari As-Sunnah Wajib berjama'ah

1. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk melaksanakan shalat berjama'ah,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُـؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمـَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ : رواه البخاري و مسلم
"...Apabila telah datang waktu shalat maka azanlah untuk kalian salah seorang dari kalian dan hendaklah menjadi imam orang yang paling tua diantara kalian" (HR. Bukhari dan Muslim) Dan hal yang memperkuat wajibnya melaksanakan shalat secara berjama'ah adalah perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk melaksanakannya bagi musafir walaupun hanya dua orang saja.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
( إِذَا أَنــْتُمَا خَرَجْتُمَا فَأَذِّنـــَا ثُمَّ أَقِيمَا ثُمَّ لِيَؤُمـَّكُمَا أَكْبَرُكُمَا( رواه البخاري
"Apabila kalian berdua keluar (musafir) maka adzanlah kemudian iqamahlah lalu hendaklah menjadi imam diantara kalian yang tertua" (HR. Bukhari)

2. Larangan keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
إِذَا كُنـــْتُمْ فِي الْمـــَسْجِدِ فَنــُودِيَ بِالصَّلاَةِ فَلاَ يَخْرُجْ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُصَلِّيَ : رواه أحمد
"Apabila kalian berada di dalam masjid kemudian dikumandangkan adzan untuk shalat maka janganlah salah seorang dari kalian keluar (dari masjid) hingga ia melaksanakan shalat" (HSR. Ahmad)
Oleh sebab itu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu menghukumi orang yang keluar dari masjid setelah adzan sebagai orang yang telah bermaksiat terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Sya'tsa' beliau berkata : "Kami duduk-duduk di dalam masjid bersama Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu lalu dikumandangkan adzan maka berdirilah seorang laki-laki lalu berjalan kemudian Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu mengikutinya dengan pandangan hingga keluar masjid lalu berkata : "Adapun orang ini maka ia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam) " (R. Muslim)

3. Tidak adanya keringanan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam untuk meninggalkan shalat berjama'ah.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu 'anhu pernah bertanya kepada Rasululllah Shallallahu 'alaihi wa Sallam:
يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِي قَائِدٌ لاَ يُلاَئِمُنِي فَهـَلْ لِي رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّيَ فِي بَـيْتِي قَالَ : هَلْ تَسْمَعُ النـِّدَاءَ قَالَ نَعَمْ قَالَ : لاَ أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
رواه أبو داود :
"Wahai Rasulullah ! Saya adalah orang yang buta, rumah saya jauh (dari masjid), dan saya tidak mempunyai penuntun yang selalu menuntun saya (ke masjid) Apakah saya mendapatkan keringanan untuk shalat (fardhu) di rumah ? Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam : "Apakah kamu mendengarkan adzan ?", beliau menjawab "Ya", lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : "Saya tidak mendapatkan keringanan untukmu" (HSR. Abu Daud)

Di dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak memberikan keringanan kepada Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu 'anhu untuk shalat fardhu di rumahnya (tidak berjama'ah) kendati ada alasan, diantaranya karena beliau orang yang buta, rumahnya jauh dari masjid dan tidak mempunyai penuntun yang selalu menuntunnya menuju ke masjid, dan diriwayat lain disebutkan bahwa beliau telah lanjut usia, banyak hewan-hewan buas yang berkeliaran di sekitar kota Madinah dan adanya pohon-pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang ada diantara rumah beliau dan masjid.

4. Keinginan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam membakar rumah orang-orang yang tidak melaksanakan shalat berjama'ah

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda :
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَـتِي فَيَجْمَعُوا حُزَمًا مِنْ حَطَبٍ ثُمَّ أَاتِيَ قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي بُيُوتِهِمْ لَيـْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ فَأُحَرِّقَهـَا عَلَيـْهِمْ
رواه أبو داود :
"Sungguh aku ingin memerintahkan anak-anak muda untuk mengumpulkan ikatan kayu bakar kemudian saya mendatangi sekelompok kaum yang shalat di rumah-rumah mereka (masing-masing) tanpa ada udzur lalu aku membakar rumah mereka" (HR. Abu Daud)
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar رحمه الله : "Adapun hadits yang terdapat dalam bab ini maka nampak bahwa shalat berjama'ah hukumnya fardhu 'ain sebab seandainya hukumnya sunnah niscaya orang yang meninggalkannya tidaklah diancam bakar dan seandainya hukumnya adalah fardhu kifayah niscaya shalat yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersama shahabatnya telah cukup" (Lihat Fathul Baari 2:125-126) Perkataan Salafus Shalih Berkata Abdullah bin Mas'ud رحمه الله : "Barang siapa yang mendengar panggilan shalat (adzan) kemudian dia tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa adanya alasan syar'i, maka tidak ada shalat baginya".

Keutamaan Menyebarkan As-Salamu ‘Alaikum

Sebagai ajaran Rabbani Islam memang lengkap dan sempurna. Islam mengatur segenap urusan kehidupan manusia dari perkara yang paling kecil hingga perkara yang paling besar. Dari urusan yang bersifat individual hingga urusan sosial.
Salah satu tuntunan Islam ialah perkara bertegur sapa antara seorang beriman dengan Muslim lainnya. Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mencontohkan bahwa bila seorang Muslim berjumpa dengan Muslim lainnya, maka hendaklah ia mengucapkan sapaan khas Islam yaitu As-Salamu ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh, artinya Salam damai untukmu dan semoga Rahmat dan Keberkahan Allah menyertaimu. Subhanallah…! Begitu indahnya tegur-sapa yang diajarkan agama Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman.
Bahkan dalam suatu kesempatan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan tindakan mengucapkan salam sebagai bentuk ajaran Islam yang lebih baik. Menebar salam disetarakan dengan memberi makanan kepada orang yang dalam kesusahan.

Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Manakah ajaran Islam yang lebih baik?” Rasul shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Hendaklah engkau memberi makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak.” (HR Bukhary)
Dalam hadits yang lain Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan korelasi antara mengucapkan salam dengan saling mencinta antara satu Muslim dengan Muslim lainnya. Kemudian korelasi antara saling mencinta dengan keimanan. Kemudian akhirnya korelasi antara beriman dengan izin dari Allah untuk masuk surga, negeri keabadian yang penuh dengan kesenangan abadi.

Berkata Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman. Kalian tidak beriman secara sempurna sehingga kalian saling mencinta. Maukah kalian aku tunjukkan suatu perkara bila kalian lakukan akan saling mencinta? Biasakanlah mengucapkan salam di antara kalian (apabila berjumpa).” (HR Muslim)
Dengan kata lain Nabi shollallahu ’alaih wa sallam ingin menjelaskan bahwa kumpulan Muslim yang tidak suka saling menebar salam maka tidak akan saling mencinta. Bila atmosfir saling mencinta tidak ada, maka keimanannya diragukan keberadaannya. Dan jika keimanannya diragukan, maka kemungkinan masuk surga-pun menjadi kecil.
Saudaraku, marilah kita berlomba untuk masuk surga dengan jalan senantiasa menebar salam satu sama lain di antara sesama kaum muslimin. Sungguh sederhana, namun sebagian kita enggan melakukannya. Padahal akibat yang ditimbulkannya menjadi idaman setiap Muslim: Masuk surga…! Bukankah ini bentuk kompetisi satu-satunya yang dibenarkan Allah untuk diperebutkan di antara sesama Muslim?

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,” (QS Ali Imran ayat 133)
Ya Allah, aku mohon kepadaMu akan RidhaMu dan SurgaMu dan aku berlindung kepadaMu dari MurkaMu dan NerakaMu

Rabu, 14 Juli 2010

4 Penyebab doa belum terijabah

Dalam hal rizkinya ketika, manusia masih dalam kandungan telah diberi penghidupan yang layak, ditempatkan di dalam rahim yang kokoh dan diberi makan dari saripati makanan ibunya. Bahkan ketika telah keluar dari rahim manusia telah ditetapkan penghidupan dan rizkinya. Namun penghidupan dan rizki tidak semuanya diberikan dengan mudah kepada manusia tanpa usaha dan berdoa. Kemudahan dan kesulitan dalam mencari rizki ini merupakan suatu cobaan dan ujian dari Allah SWT., dengan maksud untuk mengingatkan manusia bahwa manusia masih membutuhkan pertolongan Allah. SWT. Seseorang yang diberikan cobaan kemudahan mencari harta mereka akan mengatakan :

"Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". (al-fajr : 15)

Lalu bagaimana dengan mereka yang diberikan kesulitan dalam mencari hartanya….hal ini digambarkan oleh Allah SWT., dalam al-quran yang artinya:

"Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". (al-fajr : 16)

Cobaan dan ujian ini sebenarnya tidak semuanya karena keinginan Allah SWT., tetapi datangnya cobaan kesulitan mencari rizki itu semua karena ulah manusia dalam menjalani hidupnya yang terkadang ia lupa dengan saudaranya yang lain. Berbagai macam cara ia lakukan untuk mendapatkan harta, berbagai macam usaha dan doa ia lakukan namun doanya tak dikabulkan juga oleh Allah SWT., sehingga tidak sedikit manusia yang putus asa dan bahkan ada yang mengatakan: “katanya Allah akan menerima semua permintaan hamba-Nya, tapi mengapa doa saya tidak dikabulkan…dan ada juga yang mengatakan bahwa Allah itu tidak Adil kepada saya.

Dalam hal ini ada 4 macam penyebab mengapa manusia diberikan cobaan kekurangan harta. Sekaligus merupakan sanggahan dari Allah SWT., kepada manusia mengapa doanya tidak dikabulkan.

Pertama :
Dilingkungan sekitarnya anak yatim tidak disayanginya, tidak disantuninya. Bahkan dibiarkan terlunta-lunta.

"sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim". (al-fajr : 17)

Kedua:
Ia enggan untuk bebaur dengan si miskin bahkan ia tak pernah memberi makan si miskin.

"dan kamu tidak saling mengajak memberi Makan orang miskin", (al-fajr : 18)

Ketiga:
Didalam mencari penghidupannya, uang, harta benda yang di dapatnya dimakan tidak perduli hartanya tercampur antara yang haram dan yang halal.

"dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil)", (al-fajr : 19)

Keempat:
Dan manusia lebih cinta kepada harta bendanya, kepada keluarganya, kepada suami/istrinya, kepada anak-anaknya dan duniawi, kecintaanya ini bahkan bias mengalahkan kecintaan manusia kepada Allah Sang Maha Pencipta.

"dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan". (al-fajr : 20)

Dalam hal ini jelaslah bahwa setiap doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT., tetapi belum terkabulkan oleh Allah SWT., bukan berarti Allah tidak mendengar, belum terkabulnya doa bukan berarti Allah tidak Maha penerima doa, belum terkabulnya doa bukan berarti Allah tidak adil kepada hamba-Nya, tetapi manusia nya sendiri harus intropeksi diri apa saja yang menyebahkan doanya tidak diijabah.

Senin, 12 Juli 2010

Bagaimana Mensikapi Penyakit

Sesungguhnya Allah SWT. akan menimpakan msibah dan penyakit kepada setiap hamba-Nya, sebagi pengingat dan ujian. oleh karena karena kemaksiatan dan kedurhakaan umat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya SAW.

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar". (Ar-Rum: 41)

iulah sebabnya sebagai seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT. harus bisa mensikapi ujian dan musibah yang datang dengan sabar dan tawakal. Karena seorang muslim akan memandang berbagai penyakit itu sebagai:

Pertama: Ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun".(Al-Mulk: 2)

"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan".(Al-Anbiya`: 35)

Ibnu Katsir ra. dalam tafsirnya tentang ayat ini: kata "Kami menguji kalian", terkadang dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan. Maka Kami akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur (terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala), siapa yang sabar dan siapa yang putus asa (dari rahmat-Nya).
Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: "Kami akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan, maksudnya yaitu dengan kesempitan dan kelapangan hidup, dengan kesehatan dan sakit, dengan kekayaan dan kemiskinan, dengan halal dan haram, dengan ketaatan dan kemaksiatan, dengan petunjuk dan kesesatan; kemudian Kami akan membalas amalan-amalan kalian".

Ujian dan cobaan akan datang silih berganti hingga datangnya kematian.
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?". (Al-Baqarah: 214)

Ibnu Katsir ra. berkata: :"Ujian yang akan datang adalah". berbagai penyakit, sakit, musibah, dan cobaan-cobaan lainnya".
Bila demikian, maka sikap seorang muslim tatkala menghadapi berbagai ujian dan cobaan adalah senantiasa berusaha sabar, ikhlas, mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus-menerus memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga tidak marah dan murka terhadap taqdir yang menimpa dirinya, tidak pula putus asa dari rahmat-Nya.

Kedua: Penghapus dari dosa.

Seandainya setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan mesti dibalas tanpa ada maghfirah (ampunan)-Nya ataupun penghapus dosa yang lain, maka siapakah di antara kita yang bisa selamat dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Oleh karena itu adalah termasuk hikmah dan keadilan Allah SWT.lah bahwa Dia menjadikan berbagai ujian dan cobaan itu sebagai penghapus dosa-dosa kita.
"Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk". (Hud: 114)

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
"Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya".(Muttafaqun alaih)

Ketiga: Kesehatan adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang banyak dilupakan.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Dua kenikmatan yang kebanyakan orang terlupa darinya, yaitu kesehatan dan waktu luang". (HR. Al-Bukhari)

Betapa banyak orang yang mau menyadari keberadaan nikmat kesehatan ini, hingga dia jatuh sakit. Sehingga musibah sakit ini menjadi peringatan yang berharga baginya. Setelah itu dia banyak bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Itulah golongan yang beruntung.

Mengapa WANITA Di siksa...?

Rasulullah SAW. ketika Isra dan Mi'raj, dengan izin Allah SWT. diperlihatkan surga dan neraka. di dalam neraka Rasulullah diperlihatkan siksaan-siksaan yang menimpa umatnya, termasuk dari golongan perempuan, dan inilah peristiwa yang selalu membuat Rasulullah menangis setiap kali mengenangkannya.

Dalam perjalanan itu, antaranya Rasulullah SAW diperlihatkan:
Pertama: Perempuan yang digantung dengan rambutnya, sementara itu otak di kepalanya mendidih. Mereka adalah perempuan yang tidak mau melindungi rambutnya agar tidak dilihat lelaki lain.

Kedua: Perempuan yang digantung dengan lidahnya, Tangannya dikeluarkan dari punggungnya, Minyak panas dituangkan ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang suka menyakiti hati suami dengan kata-katanya.

Ketiga: Perempuan digantung buah dadanya dari arah punggung, dan air pohon zakum dituang ke dalam kerongkongnya. Mereka adalah perempuan yang menyusui anak orang lain tanpa seizin suaminya.

Keempat: Perempuan diikat dua kakinya serta dua tangannya sampai ke ubun dan dibelit beberapa ular dan kala jengking. Mereka adalah perempuan yang mampu sholat dan berpuasa tetapi tidak mau mengerjakannya, tidak berwudhu dan tidak mau mandi junub. Mereka sering keluar rumah tanpa mendapat izin suaminya terlebih dulu dan tidak mandi yaitu tidak bersuci selepas habis haid dan nifas.

Kelima: Perempuan yang makan daging tubuhnya sendiri sementara di bawahnya ada api yang menyala. Mereka adalah perempuan yang berhias untuk dilihat lelaki lain dan suka menceritakan aib orang lain.

Keenam: Perempuan yang memotong badannya sendiri dengan gunting neraka. Mereka adalah perempuan yang suka mencari perhatian orang lain agar melihat perhiasan dirinya.

Ketujuh: Perempuan yang kepalanya seperti kepala babi dan badannya pula seperti keledai. Mereka adalah perempuan yang suka mengadu domba dan sangat suka berdusta.

Kedelapan: Bentuk rupanya seperti anjing dan beberapa ekor ular serta kala jengking masuk ke dalam mulutnya dan keluar melalui duburnya. Mereka adalah perempuan yang suka marah kepada suaminya dan memfitnah orang lain.

Sabtu, 10 Juli 2010

Hati yang mati tertundanya doa

Mereka berkata; “Kami sudah cukup lama berdo’a, tapi do’a itu tidak terkabul juga.”
Mendengar penuturan mereka, Ibrahim Bin Adham berkata;
“Hati kalian telah mati karena 10 perbuatan:
(1) Kalian meyakini Allah SWT, tapi kalian tidak menunaikan hak-hak-Nya,
(2) Kalian membaca Kitab Allah, namun kalian tidak meng-amalkannya,
(3) Kalian mengaku memusuhi iblis, namun kalian meng-ikuti jejaknya,
(4) Kalian mengaku mencintai Rasul, namun kalian me-ninggalkan atsar dan Sunnahnya,
(5) Kalian mengaku mencintai surga, namun kalian tidak beramal untuk surga,
(6) Kalian mengaku takut neraka, namun kalian tidak berhenti dari dosa,
(7) Kalian mengaku bahwa maut pasti tiba, namun kalian tidak mempersiapkan diri,
(8) Kalian sibuk membicarakan cela orang lain, namun kalian melupakan cela diri sendiri,
(9) Kalian menikmati rizqi Allah, namun kalian tidak mensyukurinya,
(10) Kalian mengubur orang mati, namun kalian tidak mengambil pelajaran darinya.”

Sesungguhnya tiada yang akan sia-sia dalam berdo’a dan ibadah. Hanya Allah SWT. dalam mengabulkan doa, menurut imam Nawawi dalam riyadlus shalihin bisa dengan jalan:

Pertama, Allah mengabulkan do’anya secara langsung begitu selesai dia sampaikan sesuai dengan permohonannya.

Kedua, ditunda sampai Allah menghendaki untuk mengabulkannya pada saat dia sangat membutuhkan, misalnya ketika tertimpa bahaya yang tidak disangka-sangka.

Ketiga, ditangguhkan sampai datang Hari Kiamat sebagai catatan amalnya yang dapat menyelamatkannya dari api neraka serta meringankan mizan kejelekannya.

oleh sebab itu Do’a yang kita panjatkan jangan sampai menjadi sia-sia, ibarat mengambil air dengan tangan terbuka untuk menghilangkan dahaga. Sebelum sampai ke mulutnya tiada air yang tersisa, maka dahaga-pun mustahil sirna.

Menurut Al-Qurthuby; "perumpamaan Allah pada ayat ini, karena biasanya orang arab mengumpamakan orang yang melakukan sesuatu dengan cara yang mustahil mendapatkan hasilnya ialah seperti orang yang memegang air dengan tangannya".

dan agar terkabulnya doa, maka hendaklah kita menyembuhkan penyakit hati kita terlebih dahulu agar, kesucian hati mengantarkan manusia kepada terijabahnya doa.

Obat Kesedihan

Keimanan seseorang bisa berubah-ubah, dapat meningkat juga dapat merosot tajam. Keimanan akan meningkat dengan amalan shalih yang dikerjakan. Dan kemerosotannya disebabkan terjadinya pelanggaran syari’at dan maksiat. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menggambarkan keimanan dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam Mustadrak dengan sanad hasan, "Sesungguhnya keimanan dapat menjadi lekang, bagaikan baju yang bisa berubah usang. Karena itu, mintalah kepada Allah agar Allah memperbaharui iman dalam hati kalian".

Kita harus memonitor keimanan yang merupakan barang paling berharga yang kita miliki. Kita mesti mengontrol amalan yang selama in biasa kita lakukan. Jangan sampai terjadi kemerosotan, apalagi sampai keimanan hilang dari dada. Kemerosotan iman saja sangat merugikan manusia, apalagi jika seseorang murtad, keluar dari agama Islam, sudah tentu kerugian dunia akhirat pasti didapat. Sahabat Abu Darda Radhillahu ‘anhu berpesan, Termasuk tanda kecerdasan seorang (hamba) Muslim, ia selalu mengetahui apakah imannya sedang naik ataupun menurun. Oleh karena itu, marilah kita meningkatkan taqwa kita kepada Allah ta’ala karena taqwa adalah sebaik-baik bekal bagi seorang hamba dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat.

Kehidupan manusia tidak selamanya bahagia. Manusia tidak terlepas dari yang namanya kesedihan, kesusahan, kesempitan dan berbagai macam musibah yang menimpa hati. Kondisi yang seperti ini menimpa seluruh manusia, kecuali orang-orang yang dijaga oleh Allah.
Dan setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk mengobati penyakit tersebut. Dan tidak jarang cara-cara tersebut hanya bisa menghilangkan kesedihan sementara, lalu setelah itu justru mendatangkan kesengsaraan yang bertambah parah. Maka kita dapatkan kebanyakan mereka menghilangkan kesedihan dengan minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba, merokok mendatangi dukun, mendengarkan musik hingga membuat lalai dan lain-lain yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah. oleh sebab itu bukanlah ketenangan dan kelapangan hati yang mereka dapatkan tetapi justru kesempitan dan kesengsaraanlah yang mereka rasakan, karena mereka telah jauh dari tuntunan Islam. saat itulah dibutuhkannya obat diri untuk penyembhannya:

Obat yang pertama adalah kita meyakini bahwa kesedihan dan kesusahan yang menimpa kita, sudah ditaqdirkan oleh Allah, maka ketika kita menyadari hal tersebut akan tenanglah hati kita dan lapanglah dada kita.

Kemudian obat berikutnya adalah do’a
yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam menghadapi kesedihan. Ini sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

"Tidaklah seorang hamba tertimpa kesusahan dan kesedihan kemudian dia berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, dan anak hamba perempuanMu, ubun-ubunku di tanganMu, berlaku kepadaku hukumMu, adil atasku QadhaMu (keputusanMu), aku meminta kepadaMu dengan seluruh nama-namaMu (yaitu) yang Engkau namakan diri Engkau dengan nama tersebut, atau yang Engkau turunkan di kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada kepada salah satu hambaMu, supaya Engkau menjadikan al-Qur’an penyiram hatiku, cahaya dadaku, pengusir kesedihanku, penghilang kecemasan dan kegelisahan, kecuali Allah akan menghilangkan kesusahannya dan menggantinya dengan kesenangan".

Tentunya di dalam berdo’a dengan do’a di atas kita harus faham dengan makna yang terkandung di dalam do’a tersebut, supaya kita menghadirkan hati kita di dalam berdo’a. Karena Allah tidak menerima do’a seorang yang hatinya lalai, dan salah satu sebab kelalaian tersebut adalah tidak fahamnya kita dengan kandungan makna do’a tersebut.
Maka Ibnu al-Qayim Rahimahullah menjelaskan kandungan makna do’a tersebut sebagai berikut:
Pengakuan seorang hamba bahwa dia adalah hamba Allah, seorang makhluk yang harus tunduk dan patuh terhadap semua perintah, dan ini menunjukkan bahwa dia tidak bisa lepas dari pertolongan Allah, walaupun hanya sekejap mata. Ini juga menumbuhkan keyakinan bahwa hanya Allahlah yang bisa menghilangkan kesedihannya.
Persaksian dia bahwa ubun-ubunnya, dan ubun-ubun seluruh makhluk berada di tangan Allah, oleh sebab itu dia tidak merasa takut dengan makhluk karena dia sadar bahwa dia dan makhluk lain sama kedudukannya sebagai seorang hamba, dan makhluk yang lain tidak bisa memberikan manfaat maupun menimpakan mudharat kepada dirinya.

Memulai do’anya dengan tawassul yang disyari’atkan, yaitu dengan bertawassul dengan nama-nama Allah, baik yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak. Ini adalah dalil bahwa nama-nama Allah tidak terbatas jumlahnya, karena di antara nama-nama Allah ada nama-nama yang hanya Allah sendiri yang tahu, berarti sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh manusia tidak mungkin bisa dihitung.
Dalam do’a ini terkandung permintaan seorang hamba supaya Allah Ta’ala menjadikan al-Qur’an sebagai “Rabi’” bagi hatinya. Rabi’ adalah air hujan, maka Nabi menyerupakan menyerupakan al-Qur’an dengan air hujan, karena sebagaimana air hujan menumbuhkan bumi, maka al-Qur’an pun menghidupkan hati. Dan apabila hati kita hidup, maka hiduplah seluruh anggota badan kita.
Kemudian permintaan hamba supaya al-Qur’an dijadikan cahaya bagi dadanya, karena dada yang bercahaya dan hati yang hidup adalah sumber kelapangan dan kebahagiaan seseorang.
Permintaan seorang hamba supaya Allah menjadikan al-Qur’an penghilang kesedihannya, karena kalau kesedihan dihilangkan dengan al-Qur’an, maka kesedihan tersebut tidak akan kembali. Berbeda halnya apabila dihilangkan dengan selainnya seperti harta, anak, istri, jabatan atau apapun selainnya, maka kesedihan akan kembali ketika obat-obat selain al-Qur’an itu pergi.
Dianjurkan bagi yang mendengar hadits ini untuk mengamalkannya sebagaimana perintah Nabi kepada para sahabatnya pada hadits di atas.
Maka kesimpulannya, kesedihan dan kesempitan hati tidak akan bisa dihilangkan kecuali dengan tauhid/ pemahaman yang benar tentang Allah, dan dengan al-Qur’an yaitu dengan menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi hidup kita, yang senantiasa kita pahami serta kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Itulah obat yang dicontohkan oleh Nabi untuk menghilangkan kesedihan dan kesusahan dan ini menunjukkan betapa sempurnanya agama kita. Tidaklah ada satu kebaikan pun kecuali kita sudah dijelaskan dan tidaklah ada satu keburukan pun kecuali kita sudah diperingatkan untuk menjauhinya.
Kemudian kita juga diharuskan untuk menjauhi sebab-sebab munculnya kesedihan dan kesempitan hati yaitu dengan menjauhi sikap berpaling dari al-Qur’an sebagaimana firman Allah: “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thaha: 124).

Ruh itu Urusan Tuhan-Ku

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah wahai Muhammad, “Roh itu termasuk urusan Tuhanku. Kalian tidak diberikan pengetahuan tentang hal itu kecuali sedikit".

Dalam ayat ini, bahwa Allah SWT hanya memberitahukan ilmu sedikit saja tentang hal-hal yang berkaitan dengan ruh. Di antaranya adalah:

Pertama: Ruh orang beriman seperti burung terbang berwarna kehijauan, tinggal di dalam sesuatu yang mirip kubah cahaya yang terbuat dari bahan seperti emas di bawah ‘Arasyi.
Nabi SAW bersabda tentang para syuhada yang gugur dalam perang Uhud:
"Allah menjadikan ruh mereka dalam bentuk seperti burung berwarna kehijauan. Mereka mendatangi sungai-sungai surga, makan dari buah-buahannya, dan tinggal di dalam kindil (lampu) dari emas di bawah naungan ‘Arasyi". (Hadis Shahih riwayat Ahmad, Abu Daud dan Hakim)

Kedua: Orang yang telah meninggal dunia mengetahui orang yang menziarahi kuburnya.
Nabi SAW bersabda:
"Tidak seorang pun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu". (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdul Bar dari Ibnu Abbas di dalam kitab Al-Istidzkar dan At-Tamhid).

Ketiga: Orang yang telah meninggal dunia saling kunjung-mengunjungi antara yang satu dengan yang lainnya.
Nabi Saw bersabda:
"Ummu Hani bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah kita akan saling mengunjungi jika kita telah mati, dan saling melihat satu dengan yang lainnya wahai Rarulullah SAW? Rasulullah SAW menjawab, “Ruh akan menjadi seperti burung yang terbang, bergelantungan di sebuah pohon, sampai jika datang hari kiamat, setiap roh akan masuk ke dalam jasadnya masing-masing". (HR. Ahmad dan Thabrani dengan sanad baik).

Keempat: Orang yang telah meninggal dunia merasa senang kepada orang yang menziarahinya, dan merasa sedih kepada orang yang tidak menziarahinya.
Nabi SAW bersabda:
"Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu".(HR. Ibnu Abu Dunya dari Aisyah dalam kitab Al-Qubûr).

Kelima: Orang yang telah meninggal dunia mengetahui keadaan dan perbuatan orang yang masih hidup, bahkan mereka merasakan sedih atas perbuatan dosa orang yang masih hidup dari kalangan keluarganya dan merasa gembira atas amal shaleh mereka.
Nabi SAW bersabda:
"Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: "Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami". (HR. Ahmad dalam musnadnya).

"Seluruh amal perbuatan dilaporkan kepada Allah SWT pada hari Senin dan Kamis, dan diperlihatkan kepada para orangtua pada hari Jum’at. Mereka merasa gembira dengan perbuatan baik orang-orang yang masih hidup, wajah mereka menjadi tambah bersinar terang. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan janganlah kalian menyakiti orang-orang kalian yang telah meninggal dunia". (HR. Tirmidzi dalam kitab Nawâdirul Ushûl).

Keenam: Orang-orang beriman hidup di dalam surga bersama anak-cucu dan keturuanan mereka yang shaleh.
"Dan orang-orang beriman yang anak-cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka. Kami tidak mengurangi dari pahala amal mereka sedikitpun. Setiap orang terkait denga apa yang telah dia kerjakan".(At-Thur: 21)

Ketujuh: Orang mukmin dapat melihat Allah SWT bagaikan melihat bulan purnama.
"Dari Abu Hurairah Ra. Berkata, Para sahabat bertanya, Wahai rasulullah, apakah kita akan dapat melihat tuhan kita pada hari kiamat? Rasulullah SAW menjawab, Apakah kalian ada kendala melihat matahari di sianghari yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Rasulullah kembali berkata, Apakah kalian ada kendala melihat bulan di malam purnama yang tidak berawan? Tidak, jawab para sahabat. Raulullah SAW melanjutkan, Demi zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak ada kendala melihat tuhan kalian kecuali seperti kalian melihat matahari atau bulan itu". (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari penjelasan beberapa dalil yang telah kita sebutkan tadi, ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, di antaranya adalah pendapat Ibnul Qaim Aj-Jauziyyah yang mengatakan:
Hadis tentang mayit mengetahui dan menjawab salam orang yang menziarahinya tidak berarti bahwa ruh ada di dalam liang kubur di dalam tanah. Bukan seperti itu, melainkan bahwa ruh punya keterkaitan khusus dengan jasadnya. Di mana jika ada yang mengucapkan salam untuknya, dia akan menjawabnya. Ruh berada di suatu alam yang bernama alam Barzakh di suatu tempat yang bernama Ar-Rafîqul `A’lâ. Alam ini tidak sama dengan dunia kita, bahkan jauh berbeda. Hanya Allah SWT sajalah yang mengetahui lika-liku dan detail-detailnya.
Dari dalil-dalil tadi juga bisa di simpulkan, bahwa tempat para arwah berbeda-beda dan bertingkat-tingkat derajatnya sesuai amal shaleh mereka.

Jumat, 09 Juli 2010

Tips Diterimanya Doa

Pada suatu hari, seorang Arab Badui bertanya kepada Nabi SAW:
"Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya? Nabi SAW terdiam, hingga turunlah surat Al-Baqarah ayat 186:
"dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran".

Didalam ayat disebutkan bahwa keberadaan Allah SWT adalah sangat dekat, sehingga kita semua tidak perlu untuk berteriak keras ketika memohon kepadanya. Bahkan Allah SWT lebih dekat daripada urat leher kita (Qaaf 16):

Dalam ayat di surat Al-Baqarah diatas merupakan janji Allah SWT untuk mengabulkan doa bila kita berdoa kepadaNya. Jadi doa itu harus dilakukan secara langsung kepadanya, tidak perlu perantara mahluk Allah yang lain dalam berdoa. Yakinlah akan janji ini dan berprasangkalah yang baik bahwa doa kita akan dikabulkan.
Allah SWT dalam suatu hadits qudsi pernah bersabda:

Perama: “Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku”
Jadi berprasangkalah baik bahwa Allah SWT akan mengabulkan do'a kita, niscaya Dia akan bersama dengan harapan kita.

Kedua: “Akan diterima doa siapapun yang tidak tergesa-gesa.”
Maksudnya adalah jangan cepat berkata bahwa “Allah tidak menerima doaku” setelah beberapa kali berdoa. Ada kemungkinan Allah SWT masih menunda mengabulkan doa. Kita harus bersabar sampai doa kita diterima atau Allah SWT memberikan solusi lain yang lebih baik bagi kita.
Sesungguhnya manusia hidup bukan hanya di dunia saja, tetapi telah menjalani kehidupan lain sebelum ke dunia dan akan menjalani kehidupan lainnya lagi setelah di dunia. Perjalanan alam-alam ini merupakan proses dan tahapan bagi manusia untuk mempertanggung jawabkan amalan yang telah ia lakukan di dunia. Agar kita tidak menjadi orang yang disebut oleh allah menjadi orang yang kufur terhadap segala macam nikmat dan perintah-Nya.. Allah swt. berfirman:

كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati(1), lalu Allah menghidupkan kamu(2), kemudian kamu dimatikan(3) dan dihidupkan-Nya kembali(4), kemudian kepada-Nya-lah kamu(5).” (Al-Baqarah: 28)

Secara garis besar penjelasan ayat di atas menggambarkan 5 proses hidup mati manusia :

Mengapa kamu kafir kepada Allah?
1. padahal kamu tadinya mati ----- Mati
2. lalu Allah menghidupkan kamu ---- Hidup
3. kemudian kamu dimatikan ----- Mati
4. dan dihidupkan-Nya kembali ----- Hidup
5. kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan ----- Dikembalikan

Secara lebih rinci, seluruh tahapan alam kehidupan yang telah dan akan dialami manusia terdiri dari 14 (empat belas) tahapan alam, dari alam ruh hingga surga atau neraka. Sebelas alam diantaranya adalah alam setelah manusia mati.
Sungguh perjalanan yang sangat panjang menuju surga atau neraka !

Proses dan jalan yang panjang yang dialami manusia dari masa belum terciptanya manusia hingga perjalannan alam dalam mempertanggung jawabkan amalan manusia di hadapan Allah SWT. Pasti akan kita lewati dengan proses yang telah ditentukan Allh SWT. Tahapan ini dapat kita petik dalan QS. surat al-Baqarah 28 :


وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا
"...padahal kamu tadinya mati..."

Alam Ke-satu : ALAM ROH /ALAM ARWAH
Yakni alam (utama) dimana Awal manusia diciptakan dan tidak ada satupun manusia mengetahuinya karena bagi Allah swt. tidak ada batas Ruang/Waktu dan Tempat.

Memasuki proses pertama:
فَاَحْيَاكُمْ
...lalu Allah menghidupkan kamu...

Alam Ke-dua : ALAM RAHIM
yakni alam (antara) dimana manusia tercipta melalui suatu proses pembenihan di dalam Rahim/ kandungan yang lamanya sudah ditentukan 9 bulan, Sehingga memasuki;

Alam Ke-tiga : ALAM DUNIA
yakni alam (utama) yang berisi ujian sebagaimana yang kita sedang alami bersama sekarang ini.
Alam dimana kita harus melaksanakan segala perinta allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sampai kita dipanggil oleh Allah SWT. Dengan memasuki proses sakaratul maut.dimana alam (antara) pada saat roh manusia dicabut oleh Allah swt yakni alam antara Dunia menuju alam kubur.
didalam alam sakaratul maut ini biasanya manusia diperlihatkan tempatnya di akherat kelak.
Dalam Lu’lu’ wal Marjan hadits no. 1822 - 1826 disebutkan sabda Nabi saw., “Sesungguhnya seorang jika mati, diperlihatkan kepadanya tempatnya tiap pagi dan sore. Jika ahli surga, maka diperlihatkan surga, dan bila ia ahli nereka (maka diperlihatkan neraka). Maka diberitahu: Itulah tempatmu kelak jika Allah membangkitkanmu di hari kiamat.” (Bukhari dan Muslim)


ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ
... kemudian kamu dimatikan ...

Alam Ke-Empat : ALAM KUBUR atau ALAM BARZAH,
Alam kubur disebut juga alam barzakh (dinding), karena kubur adalah dinding yang memisahkan antara dunia dan akhirat
Kemudian "Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur". (’Abasa: 21)
menunggu datangnya hari kiamat. Dan bagi yang memperoleh nikmat kubur, mereka para ahlul kubur seperti tidur saja layaknya
Barzakh yang bermakna kubur terdapat pada surat Al-Mu’minuun: 100. Allah swt. berfirman, “Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.”
alam ini di mana manusia akan memperolah Siksa atau Nikmat kubur tergantung perbuatannya selama hidupnya di dunia oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda, “Apabila seseorang dari kamu berada dalam keadaan tasyahhud, maka hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara dengan berdoa: yang bermaksud: Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon perlindungan kepadaMu dari siksaan Neraka Jahannam, dari siksa Kubur, dari fitnah semasa hidup dan selepas mati serta dari kejahatan fitnah Dajjal.”



ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ
: ... dan dihidupkan-Nya kembali...

Alam Kelima : KIAMAT atau disebut AKHIR ZAMAN atau Yaumul Qiyamah
yakni alam (antara) dimana Allah swt memusnahkan Bumi - mahluk hidup beserta seluruh isinya
yakni alam (antara) saat manusia dihidupkan kembali untuk menuju padang masyhar.
“Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur.” (Al-’Aadiyat: 9)


ثُمَّ اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
... kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan...

“Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (Al-Mu’minuun: 16),
Hingga manusia dikumpulkan pada suatu alam yaitu:ALAM MASYHAR
yakni alam dimana Manusia dibangkitkan kembali dari Alam Kubur oleh Allah swt serta berkumpul di Padang Masyhar dan masing masing manusia tidak mengenal satu sama lainnya

Generasi yang meninggalkan shalat

Allah Ta’ala berfirman:
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper-turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (terjemah QS. Maryam: 58-60).

Ibnu Katsir menjelaskan, generasi yang adhoo’ush sholaat itu, kalau mereka sudah menyia-nyiakan sholat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena shalat itu adalah tiang agama dan pilarnya, dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan tambah lagi (keburukan mereka) dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang dengan kehidupan dan kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,, artinya kerugian di hari qiyamat.

Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara keseluruhan (tarkuhaa bilkulliyyah).
Pendapat inilah yang menjadi pendapat sebagian orang salaf dan para imam seperti yang masyhur dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (tarikus sholah) setelah ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil), berdasarkan Hadits:
"(Perbedaan) antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat". (HR Muslim dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).

Dan Hadits lainnya:
"Batas yang ada di antara kami dan mereka adalah sholat, maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh-sungguh ia telah kafir". (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Sunannya nomor 2621dan An-Nasaai dalam Sunannya 1/231, dan At-Tirmidzi berkata hadits ini hasan shohih ghorib).
Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Sami As-Salamah, juz 5 hal 243).

Dalam hal ini yang terpening adalah, sudahkah kita mengingatkan para pengurus masjid untuk shalat ke masjid yang diurusinya?
sudahkah para pegawai yang kantor-kantor menyukai masjid, kita ingatkan agar shalat berjamaah di Masjid yang menjadi tempat mereka bekerja, sehingga tidak tampak lagi sosok-sosok yang tetap bertahan di meja masing-masing --bahkan sambil merokok lagi-- saat adzan dikuman-dangkan dan Masih banyak lagi yang menjadi tanggung jawab kita untuk menanggulangi agar tidak terjadi generasi yang meninggalkan shalat yang disebut dalam ayat tadi.
Peringatan yang ada di ayat tersebut masih ditambah dengan adanya penegasan dari Rasulullah, Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam
"Tali-tali Islam pasti akan putus satu-persatu. Maka setiap kali putus satu tali (lalu) manusia (dengan sendirinya) bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertamakali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat". (Hadits Riwayat Ahmad dari Abi Umamah menurut Adz – Dzahabir perawi Ahmad perawi).

Hadits Rasulullah itu lebih gamblang lagi, bahwa putusnya tali Islam yang terakhir adalah shalat. Selagi shalat itu masih ditegakkan oleh umat Islam, berarti masih ada tali dalam Islam itu. Sebaliknya kalau shalat sudah tidak ditegakkan, maka putuslah Islam keseluruhannya, karena shalat adalah tali yang terakhir dalam Islam. Maka tak mengherankan kalau Allah menyebut tingkah "adho'us sholah" (menyia-nyiakan/ meninggalkan shalat) dalam ayat tersebut diucapkan pada urutan lebih dulu dibanding "ittaba'us syahawaat" (menuruti syahwat), sekalipun tingkah menuruti syahwat itu sudah merupakan puncak kebejatan moral manusia. Dengan demikian, bisa kita fahami, betapa memuncaknya nilai jelek orang-orang yang meninggalkan shalat, karena puncak kebejatan moral berupa menuruti syahwat pun masih pada urutan belakang dibanding tingkah meninggalkan shalat.
Di mata manusia, bisa disadari betapa jahatnya orang yang mengumbar hawa nafsunya. Lantas, kalau Allah memberikan kriteria meninggalkan shalat itu lebih tinggi kejahatannya, berarti kerusakan yang amat parah. Apalagi kalau kedua-duanya, dilakukan meninggalkan shalat, dan menuruti syahwat, sudah bisa dipastikan betapa beratnya kerusakan. Tiada perkataan yang lebih benar daripada perkataan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka yang telah dan akan binasa akibat melakukan pelanggaran amat besar, yaitu meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Amien.

Tiga Sumber Segala Dosa

Nabi SAW bersabda,
"Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak (rakus), karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati." (HR Ibn Asakir melalui Ibn Mas'ud).

Pertama: Jiwa manusia diliputi oleh sifat takabur Sombong pada saat manusia merasa memiliki kelebihan, baik berupa ilmu pengetahuan, harta benda, ataupun jabatan. Dalam keadaan seperti ini, setan tidak akan tinggal diam, dia akan membisikkan dan memasang perangkap untuk menjerumuskan manusia dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seperti, mencela, menghina, dan merendahkan orang lain.

Kedua: adalah sifat tamak (rakus). Sering kali kita melihat betapa rakusnya manusia dalam mempertahankan apa yang sedang dalam genggamannya, baik berupa harta, kekuasaan, ataupun kedudukan. Sama sekali ia tidak mau berbagi dan hanya mau dinikmati sendiri. Ia tidak pernah merasa cukup dan tidak pernah bersyukur atas apa yang diperolehnya.

Padahal, Allah SWT menjanjikan dan mengingatkan berulang kali kepada manusia bahwa sekecil apa pun perbuatan baik yang kita lakukan tidak akan sia-sia. ''Barang siapa yang mau berbuat baik walau sebesar biji dzara pun Allah SWT akan membalasnya.'' (QS Alzalzalah [99]: 7).

Ketiga: hasud atau iri hati. Dengki atau iri hati adalah perasaan tidak rela atau tidak suka melihat orang lain mendapatkan kebaikan atau kenikmatan. Ketika dalam diri manusia telah tertanam sifat dengki, ia akan menghalalkan segala cara untuk menghancurkan orang yang ia dengki. Ia tidak senang melihat orang lain sukses, pintar, hidup bahagia, dan lebih kaya darinya. Sikap seperti ini akan menghapus segala bentuk kebaikan yang selama ini ia peroleh. Perbuatan baiknya akan sia-sia karena dalam dirinya terdapat sifat iri hati.

Takabur, tamak, dan hasud merupakan tiga perangai buruk yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang tidak terpuji. Karena itu, Rasulullah SAW selalu mengingatkan kepada kita untuk menjauhi tiga hal yang menyebabkan manusia terjerumus dalam tipu daya setan. Wallahu a'lam bish-shawab

Strategi Syetan

Strategi pertama, mereka berusaha keras mengeluarkan manusia dari cahaya Allah dan ikatan nilai-nilai keimanan. “Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [QS. Al-Baqarah (2): 257].

Strategi kedua, mereka melakukan tazyiin. Tazyiin adalah memandang bagus kemaksiatan. Mereka menampakkan kemasiatan sebagai ketaatan, melakukan kemungkaran adalah hak asasi, dan meyakini kemaksiatan sebagai jalan untuk dekat dan perenungan atas karunia Allah.
Tazyiin adalah fenomena kekinian yang kita saksikan sehari-hari. Syubhan dijadikan diamalkan dengan dilengkapi berbagai dalil yang menyesatkan yang seakan-akan logis. Syahwat diumbar dengan tameng ini hak asasi setiap manusia yang tidak bisa diatur oleh negara. Memakai fasilitas dan uang negara untuk kepentingan pribadi boleh, asal dibuatkan aturan yang membuat masyarakat tidak bisa menggugat.

“Dan kami tetapkan bagi mereka teman-teman yang menjadikan mereka memandang indah apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka dan tetaplah atas mereka keputusan azab pada umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari kalangan jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi.” [QS. Fushshilat (41): 25].


Strategi ketiga adalah Taswis. Taswis adalah membisikan kejahatan dan membangun keraguan dalam hati manusia. Tentara-tentara setan selalu membangun isu, pikiran-pikiran, dan slogan-slogan yang bertujuan membuat manusia ragu dengan kebenaran Islam. Manusia tidak yakin bahwa masa depan mereka ada dalam naungan Islam. Sementara ajaran-ajaran Liberalisme telah memberi begitu banyak kebebasan syahwati dan bendawi tanpa ikatan moral.
“…dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari golongan jin dan manusia.” [QS. An-Naas (114): 4-6].

Bagaimana mengenali tentara setan dan ciri-cirinya.

Pertama, mereka selalu lupa dari mengingat Allah (ghaflah). “Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah tentara setan. Ketahuilah, sesungguhnya tentara setan itulah golongan yang merugi.” [QS. Al-Mujadilah (58): 19]

Tentara setan dari golongan manusia bisa siapa saja, dengan status apa pun, dan strata sosial mana pun. Mereka lupa dengan Allah. Karena lupa, mereka dengan mudah melakukan banyak pelanggaran. Bayangkan jika orang-orang ini adalah para pemimpin masyarakat, pemegang tampuk kekuasaan dan pemerintahan. Tentu derajat kerusakan yang diperbuatnya demikian luas.

Kedua, mengikuti hawa nafsu. Tentang hal ini Allah swt. mengungkapnya di surat Maryam (19) ayat 59. “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsu, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”

Ketiga, mereka menjauhi Al-Qur’an. Mereka memilih kesesatan sebagai jalan hidupnya. “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya; tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya.” [QS. Al-A'raf (7): 146].

Keempat, mereka dikuasi oleh setan. “Setan telah mengusai mereka lalu menjadikan mereka lupa dari mengingat Allah; mereka itulah tentara setan. Ketahuilah, sesungguhnya tentara setan itu golongan yang merugi.” [QS. Al-Mujadilah (59): 19].

Kelima, mereka loyal kepada musuh-musuh Allah. “Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [QS. Al-Baqarah (2): 257].

Sebab-sebab dilapangkannya rizki

Banyak memohon ampun

Maka aku (Nabi Nuh) katakan kepada mereka: “Mohonlah ampunlah kepada Rabb kalian, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat (melimpah ruah membawa kebaikan), dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai (yang penuh dengan kebaikan dan manfaat).” (Nuh 10 – 12)

Dan (Nabi Hud berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabb-mu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang sangat deras (yang membawa kebaikan) atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu (yang sudah kalian miliki), dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Huud : 52)

Imam Al-Hasan Al-Bashri pernah mendapat pengaduan bahwa manusia ditimpa kelaparan dan beliau memberikan solusi untuk memohon ampun kepada Allah. Begitu juga permasalah lain yang menimpa manusia seperti kemiskinan dan kurangnya keturunan. Saat beliau ditanya kenapa melakukannya, maka beliau membawakan ayat di atas.

Menjaga diri dengan ketakwaan

Pengertian takwa adalah mengerjakan segala perintah Allah sesuai dengan yang diperintahkan dengan mengharap pahala, serta menjauhi larangan Allah yang telah ditentukan karena takut akan adzab-Nya. Karena dengan ketakwaan inilah seseorang akan dijamin riskinya oleh Allah.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath Thalaaq : 2-3)

Sebagian ulama mengatakan bahwa dengan ketakwaan seseorang tidak akan menjadi faqir. Karena Allah akan memberinya kecukupan baik dari sisi dhahir ataupun kecukupan yang lebih besar dari sisi bathin tatkala seseorang bertakwa dengan sebenar-benar ketakwaan. Inilah hakikat dari makna kecukupan, yaitu seseorang akan merasa tenang dengan yang sedikit dan merasa lebih dengan apa yang dianggap kurang oleh manusia.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tapi kekayaan adalah yang ada di hati” (HR. Bukhari Muslim)

Bertawakal kepada Allah

Diriwayatkan dari sahabat Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah bersabda, “Andaikata kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, sungguh kalian akan Kami beri rizki sebagaimana burung diberi rizky. Di pagi hari keluar dalam keadaan perut kosong dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad)

Mensibukkan diri dengan ibadah

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah bahwa Rasulullah mengabarkan bahwa Allah berfirman dalam hadits Qudsi,
“Wahai Hamba-hambaku, hendaknya kalian memenuhi waktu (konsentrasi) dengan ibadah, kalau kalian melakukannya Aku akan memenuhi dada kalian dengan kekayaan, dan Aku akan menutupi kefakiran kalian. Kalau kalian tidak melakukannya, Aku akan memenuhi dada kalian dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutup kefakiran kalian.”

Maka hendaknya seorang hamba menyibukkan dirinya dengan ibadah dan tetap berusaha mencari rizkinya. Karena dengan berkonsentrasi terhadap ibadah inilah yang akan mempermudah seseorang dalam mencari rizqy.

Mensyukuri nikmat-Nya

Allah berfirman,:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mengumumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim : 7)

Istiqomah dalam agama

Allah berfirman,
“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (Al-Jin : 16)

Menyambung silaturahmi

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang senang Allah luaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya dia menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari Muslim)

Menjaga shalat lima waktu

Diantara cara menjaga shalat lima waktu :
•Melakukannya di awal waktu yang utama
•Apabila laki-laki maka shalat di masjid
•Apabila seorang kepala keluarga maka memerintahkan anggota keluarganya untuk mengerjakan shalat. Allah berfirman,
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki kepada kalian. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Thaahaa : 132)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas bahwa apabila seseorang memerintahkan keluarganya untuk mengerjakan shalat dan bersabar terhadapnya, maka dia akan dikaruniakan rizky dari arah yang tidak pernah dia sangka. Amin.

Dalil lain Bolehnya Beramal Untuk Orang Yang Meninggal

Pertama, shalat jenazah yang merupakan ibadah wajib kifayah bagi setiap muslim dan didasarkan hadits mutawatir. Di dalam pelaksanaan shalat jenazah tersebut, berisi do’a dan permintaan ampun bagi yang telah meninggal dunia. Bahkan pada takbir keempat, do’a yang berisi permohonan ampunan bukan hanya untuk yang sedang dishalatkan, namun juga untuk semua orang beriman yang telah meninggal dunia. Jika saja amal dan kebaikan orang yang masih hidup tidak berguna bagi yang telah mati, maka tentulah tidak akan diwajibkan shalat jenazah.

Kedua, adalah menjadi rukun terakhir setiap khutbah jum’at mendo’akan seluruh muslim dan muslimat, mukmin dan mukminat baik yang masih hidup maupun yang sudah mati. Jika saja do’a dan amal untuk orang yang meninggal tidak ada gunanya bagi yang meninggal, tentu tidak akan ada rukun khutbah dalam bentuk seperti itu.

Ketiga, Rasulullah saw mengajarkan setiap orang yang melakukan ziarah kubur atau bahkan melewati suatu kuburan agar mengucapkan salam dan do’a.
"Artinya: Keselamatan atas kamu wahai ahli kubur dari mukmin laki-laki dan perempuan, sesungguhnya kami apabila telah dikehandaki Allah pasti menyusul kamu, dan kami memohon kesejahteraan bagi kami dan kamu".

Bolehkah beramal untuk yang telah meninggal

Pendapat Pertama:
Adalah sudah menjadi polemik yang cukup panjang dan alot antara para ulama dan fuqaha, persoalan beramal untuk orang yang sudah meninggal dunia serta sampai atau tidaknya pahala baginya. Sebagian berpendapat boleh dan pahalanya akan sampai dan diterima oleh yang telah meninggal dunia. Namun, sebagian yang lain menolak. Mereka mengatakan bahwa perbuatan itu adalah suatu kesia-siaan belaka. Mereka beralasan dengan surat an-Najm [53]: 39
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya".

Alasan yang lain adalah hadits Rasulullah saw.:
Artinya: “Apabila anak Adam telah meninggal dunia, maka putuslah semua amal perbuatannya keculai tiga perkara; yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh yang selalu mendo’akannya”.

Inilah diantara dalil yang menjadi pegangan yang tidak membenarkan adanya amal atau perbuatan baik bagi orang yang telah meninggal dunia. Sebab, ketika seorang telah mati, maka semua amalnya terputus. Sehingga, tidak ada peluang bagi orang lain untuk mempersembahkan bagian pahala kepadanya. Alasan yang lain adalah, bahwa jika saja semua orang yang hidup bisa memberikan pahala kepada orang yang telah meniggal dunia, tentulah dengan mudah dosa-dosa mereka menjadi berkurang, ringan atau bahkan habis karena dihapus kebaikan orang lain yang beramal untuk dirinya.

Pendapat Kedua:
Mungkin kita perlu melihat dalil-dalil lain yang juga berbicara tentang persoalan yang sama. Di antaranya surat Al-Hasyar [59]: 10
"dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."

Ayat ini mengisyaratkan, bahwa hubungan antara orang mukmin yang hidup dengan yang sudah meninggal tidak terputus.
Oleh karena itulah, dalam surat Muhammad [47]:19, Allah swt juga memerintahkan Rasul-Nya untuk memintakan ampun bagi segenap orang beriman, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup bersama beliau.
"Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal".

Begitu juga bahwa nabi Nuh as. dan Ibrahim as. diperintah oleh Allah untuk berdo’a kepada-Nya. Seperti yang terdapat dalam surat Ibrahim [14]: 41
"Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)".

Begitu juga dalam surat Nuh [71]: 28
"Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan".

Meminta ampun terhadap dosa dan kesalahan, apakah untuk untuk diri sendiri atau orang lain, tentu saja tidak hanya dalam bentuk ucapan istighfâr atau ungkapan do’a. Namun, permintaan ampun ada beberapa bentuk yang salah satunya adalah mengiringinya dengan amal shaleh atau kebaikan. Dengan demikian, beramal atau berbuat kebaikan untuk orang yang telah meninggal dunia adalah salah satu bentuk permintaan ampun (istighfâr) bagi orang yang telah meninggal. Sehingga, tidaklah salah kiranya jika orang yang masih hidup beramal untuk yang sudah meninggal dan pahalanya akan sampai. Sebab, kebaikan yang dilakukan orang lain untuk dirinya adalah hasil dan buah dari usahanya sendiri ketika masih hidup.
Dengan demikian, tidak ada salahnya jika orang yang masih hidup beramal untuk orang yang telah meninggal dunia.

Begitu juga hadits Rasulullah saw yang diterima dari ‘Aisyah ra.
"Artinya: Dari ‘Aisyah ra. Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw. sesungguhnya ibu saya telah meningggal secara mendadak, dan saya yakin jika dia bisa berbicara pastilah dia akan bersedekah, apakah ibu saya mendapat bagian pahala seandainya saya bersedaqah untuk ibu saya? Rasulullah saw. menjawab: Ya, ada pahala untuk ibumu".

Shadaqah menghilangkan Sakit

Di antara problematika kehidupan yang banyak dihadapi manusia adalah ditimpa berbagai macam penyakit, baik jasmani maupun rohani. Dan untuk mengobati penyakit, beragam ikhtiar dan usaha dilakukan oleh manusia. Ada di antara manusia yang menyalahi syari'at Islam dalam melakukan ikhtiar, seperti mendatangi dukun, orang pintar dan paranormal. Namun banyak juga yang sadar tentang bahaya perdukunan, sehingga mereka pun berusaha mencari pengobatan dengan cara yang sesuai dengan syari'at Islam, seperti mendatangi dokter, berbekam, mengonsumsi habbatus sauda' (jinten hitam) dan madu, atau dengan cara ruqyah syar'iyyah.

Dalam tulisan kali ini akan dibahas tentang salah satu sebab syar'i untuk memperoleh kesembuhan, simak dan resapilah nasehat Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau telah bersabda, “Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan ber-shadaqah.” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih al-Jami')

Cobalah iringi ikhtiar dan usaha yang kita lakukan secara syar'i dalam mencari kesembuhan dengan bershadaqah dan tanamkanlah niat shadaqah tersebut di dalam hati kita agar Allah subhanahu wata’ala menyembuhkan penyakit yang sedang menimpa kita.

Bagaimana cara untuk Memperoleh Kesembuhan

Pertama: Melakukan ikhtiar secara Islami dan jangan melakukan ikhtiar yang terlarang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Sesungguhnya Allah yang menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah kalian tapi jangan berobat dengan cara yang diharamkan” (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah)

Kedua: Meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah subhanahu wata’ala adalah satu-satunya Dzat Yang Maha Menyembuhkan, sedangkan makhluk yang terlibat proses pengobatan seperti dokter, tabib, obat-obatan dan hal-hal yang terkait lainnya, itu semua hanyalah sarana menuju kesembuhan, dan buanglah sejauh mungkin keyakinan-keyakinan dan ungkapan-ungkapan yang menyimpang dari aqidah tauhid, seperti seseorang mengungkapkan perkataan setelah memperoleh kesembuhan, “Dokter Fulan memang hebat, obat itu memang manjur,” dan ungkapan-ungkapan keliru lainnya.

Ke tiga: Dekatkan diri dan tingkatkan ketaqwaan kepada Allah subhanahu wata’ala, serta mohonlah kepada-Nya ampunan atas dosa-dosa yang kita perbuat, karena salah satu hikmah Allah subhanahu wata’ala menurunkan penyakit pada diri kita adalah agar kita kembali ke jalan-Nya.

Ke empat: Bertawakkallah kepada-Nya dan berdo'alah selalu kepada Allah subhanahu wata’ala Dzat Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit, agar penyakit segera diangkat dari diri kita dan janganah bosan untuk berdo'a, sebab kita tidak tahu kapan Dia menjawab do'a kita. Perhatikan sebab-sebab terkabulnya do'a serta penuhi syarat-syaratnya.

Ke lima: Bershadaqahlah semampu kita karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjanjikan kesembuhan melalui shadaqah, dan tepislah jauh-jauh anggapan bahwa bershadaqah itu mengurangi harta kita, justru Allah subhanahu wata’ala akan melipatgandakan harta kita. Dan niatkanlah shadaqah untuk memperoleh kesembuhan dari Allah subhanahu wata’ala.

Ke enam: Yakini dan tanamkan keyakin-an sedalam-dalamnya bahwa Allah subhanahu wata’ala akan menyembuhkan penyakit kita.