Kamis, 02 September 2010

MUSTAHIQ ZAKAT Asnab Miskin

1. Definisi miskin adalah orang yang memiliki sejumlah harta sehingga mampu untuk membeli apa yang dibutuhkannya namun tidak bisa memenuhi semuanya, semisal orang yang butuh akan 10 dirham namun hanya memiliki 7 dirham. Demikian juga orang yang sudah memiliki mata pencaharian, namun hasilnya tidak mencukupi kebutuhan diri dan tanggungannya, maka boleh ia menerima zakat. Bahkan, seandainya ada seorang pedagang atau pemilik modal dagang seukuran satu nishab (senilai 85 gram emas 24 K/99% -pent), namun hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia boleh menerima zakat dan pada saat yang sama pun ia wajib menunaikan zakat perdagangannya itu.

2. Ketahuilah bahwa yang kami maksud dengan “mencukupi kebutuhan adalah mencakup kebutuhan makan, minum, pakaian, dan seluruh kebutuhan lainnya yang tidak boleh tidak harus terpenuhi secara layak tanpa berlebih-lebihan dan berkekurangan.

3. Saya (Penulis kitab Kifayatul Akhyaar) katakan: “Telah banyak menyebar kebodohan di kalangan masyarakat, dan terlebih lagi di kalangan saudagar/pedagang, dimana hati mereka telah terikat dengan harta dunia yang fana ini, mereka berfoya-foya dengan makanan yang mahal, pakaian yang mewah, bersenang-senang dengan wanita-wanita cantik, dan lain-lain, hingga munculnya sikap kecintaan kepada dunia dan pemuliaan kepada mereka dari kalangan ahli tasawuf padahal ahli tasawuf sudah dikenal sebagai kelompok orang yang memisahkan diri dari dunia dan berkonsentrasi dengan amalan ibadah kepada Rabb mereka, dimana setiap mereka melakukan satu amalan ibadah dan dzikir tertentu, hingga ia dikenal termasuk kelompok tertentu atau ikut kepada pemimpin kelompok tertentu tersebut, semisal ahmadiyah dan qadariyah, dan mereka telah berbohong dalam pengakuan ibadah kepada Allah dan kecintaan kepada-Nya. Mereka ini tidak berhak menerima zakat satu sen pun, bahkan tidak halal seseorang menyerahkan zakatnya kepada mereka ini. Dan siapa yang tetap memberikan zakatnya kepada mereka ini, maka itu tidak bisa mencukupinya bahkan belum gugur kewajiban zakat karenanya, maka ia harus mengulang pembayaran zakatnya dengan memberikannya kepada pihak lain. Adapun sekte-sekte lainnya, dan ini sangat banyak sekali, semisal al-qaladariyah, al-haidariyah, maka setiap mereka berbeda-beda dalam penyelisihan mereka terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, diantara mereka ada yang meyakini al-hulul (keyakinan menyatunya Allah dengan makhluk, -pent) dan al-mulhidah (anti tuhan), mereka ini jauh lebih kafir daripada Yahudi dan Nashari. Siapa yang memberikan zakatnya kepada mereka atau memberikan shadaqah kepada mereka, maka ia telah bermaksiat kepada Allah, dan Allah akan mengazabnya kelak jika Dia berkehendak. Dan wajib atas setiap orang yang mampu untuk mengingkarinya hendaklah ia mengingkari hal itu. Dan dosa-dosa mereka juga terkait dengan pemerintah karena melalui merekalah sebenarnya Allah menitipkan tampuk kekuasaan untuk memenangkan al-haq, memberantas kebatilan, dan membumihanguskan apa saja yang diperintahkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk dibumihanguskan. Wallahu a’lam.

4. Anak kecil, jika tiada ada yang membiayai kehidupannya, maka ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa ia tidak diberi zakat karena ia sudah tercukupi dengan harta anak yatim, semisal ghanimah (rampasan perang). Namun, yang benar adalah ia tetap diberi zakat, melalui pemeliharanya, sebab terkadang tidak ada yang memberikan sumbangan kepada si yatim tersebut selain orang pemelihara tersebut, dan juga terkadang tidak ada pos dana yatim, sebab bapaknya adalah seorang fakir. Saya katakana: “Masalah ghanimah, telah banyak terjadi penerlantaran urusan karena penyelewengan pemerintah dalam menyalurkan ghanimah ini. Maka, perlu ada keputusan, yaitu bahwa boleh hukumnya memberikan sebagian ghanimah kepada yatim, kecuali jika anak yatim itu adalah dari kalangan terhormat, maka tidak diberi, meskipun ia dilarang dari menerima khumus (20 %) bagian dari ghanimah tersebut. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih semoga kritik dan sarannya