Kamis, 02 September 2010

KITAB ZAKAT Bag. 2

A. Pendahuluan
Segala Puji hanya untuk Allah semata, shalawat dan salam untuk seorang Muhammad hamba pilihan, amma ba'du:

Adalah zakat di dalam Islam merupakan salah satu rukun dari lima rukunnya; ia selalu Allah gandengkan dengan perintah shalat sebagai tiangnya agama; ia adalah rukun ketiga Islam dimana Islam dibangun dengan kelima rukunnya tersebut. Maka, kewajibannya adalah sesuatu yang sudah terketahui oleh khalayak umum, tidak ada seorang muslim pun kecuali pasti telah mengetahuinya.

Hukum zakat ditetapkan berdasarkan dalil-dalil (i) Al-Qur'an, (ii) As-Sunnah, dan (iii) Ijma' (kesepakatan ummat). Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalany berkata: Zakat adalah urusan yang sudah final dalam syariat Islam, kewajibannya tidak bisa diutak-utik lagi, tak terbantahkan oleh siapapun, walaupun ada ikhtilaf pada sejumlah rinciannya; maka siapapun yang menentang kewajiban zakat maka kafirlah ia. Zakat adalah ibadah harta dan shalat adalah ibadah badan; keduanya ditujukan kepada Allah semata. Oleh karenanya Allah selalu menkorelasikan keduanya di dalam Al-Qur'an.

B. Dalil Zakat
1. Al-Qur'an Al-Karim

Dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan apa saja yang kalian berikan berupa harta, maka akan kalian temukan pahalanya di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat atas apa yang kalian lakukan. Q.S. Al-Baqarah: 110.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan menegakkan shalat, serta menunaikan zakat, maka bagi mereka balasan kebaikan ada di sisi Rabb mereka, mereka tiada takut apalagi bersedih hati. Q.S. Al-Baqarah: 277.

Sesungguhnya pembela kalian adalah Allah, Rasulullah, dan orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan ruku bersama-sama orang yang ruku. Q.S. Al-Maidah: 55.

Allah menjadikan hanya dengan shalat dan zakat, adanya sebab Ukhuwah Islamiyah:
Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka mereka saudara kalian dalam Islam. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat kami agar kalian mengetahuinya. Q.S. At-Taubah: 11.

Itulah zakat, sebuah kewajiban yang agung setelah kewajiban shalat.
Dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan taatilah Rasulullah agar kalian dirahmati-Nya. Q.S. An-Nuur: 56.

Dan tiadalah mereka diperintah kecuali agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya kepada-Nya, menegakkan shalat dan menunaikan zakat; itulah agama yang benar. Q.S. Al-Bayyinah: 5.

Meninggalkan kewajiban zakat adalah cara hidupnya orang kafir.
Adalah mereka, orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan merekalah orang-orang kafir. Q.S. Fusshilat: 7.

Allah memperingatkan orang-orang yang menimbun harta:
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya mayoritas rahib dan pendeta Kristen dan Yahudi, mereka memakan harta manusia dengan cara-cara yang bathil dan menghalang-halangi manusia dari jalan jalan Allah, dan orang-orang yang menimbun-nimbun emas dan perak serta tidak menginfaqkannya di jalan Allah, maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang sangat pedih. Q.S. At-Taubah: 34.

Ancaman Kepedihan Azab:
Pada hari dipanaskan emas-perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dahi dan punggung mereka dengannya, seraya dikatakan kepada mereka: Inilah harta-bendamu yang dahulu kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah azab sekarang atas apa yang kamu lakukan itu. Q.S. At-Taubah: 45.

2. As-Sunnah An-Nabawiyah
Shahih Bukhari, Kitab Al-Aiman:
Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: Islam dibangun diatas lima rukun: Syahadat Laa ilaaha Illallah wa anna Muhammadan Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan haji, serta puasa Ramadhan.

Ibnu Umar berkata: Rasulullah menerangkan kepada kepada seseorang perihal zakat, maka saya bertanya: Apakah ada kewajiban lainnya kepadaku? Rasulullah menjawab: Tidak ada, kecuali shadaqah sunnah saja. Setelah itu, maka orang tersebut pun pergi seraya berkata: Demi Allah, aku tidak akan menambahkan atas perintah itu ataupun menguranginya. Maka Rasulullah bersabda: Beruntunglah ia jika ia benar dalam ucapannya itu.

Seputar tanya-jawab Jibril dengan Rasulullah tentang Islam, Iman, dan Ihsan: Islam adalah beribadah hanya kepada Allah semata dan tidak musyrik, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan berpuasa Ramadhan.

Shahih Bukhari, Kitab Al-Zakah
Ibnu Abbas berkata, telah bercerita Abu Sufyan kepadaku, lalu ia pun menceritakan hadits Nabi, Beliau menyuruh untuk menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyambung tali silaturrahim, dan banyak memaafkan manusia.

Hadits Muadz ibn Jabal: Maka jika mereka sudah mentaatimu dalam hal syahadat dan shalat, maka ajarilah mereka bahwa Allah mewajibkan zakat atas mereka, diambil dari orang kaya dan disalurkan kepada orang fakir-miskin diantara mereka.

Para sahabat Berbaiat kepada Nabi untuk menunaikan zakat:
Shahih Bukhari, Kitab Al-Iman:
Jarir ibn Abdullah berkata: Aku berbaiat kepada Rasulullah, isianya yaitu agar aku menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan selalu menasihati setiap muslim.

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Nabi adalah orang yang pertama kali menetapkan syarat setelah tauhid, penegakan shalat sebab itu adalah intinya ibadah badaniah, kemudian mensyaratkan penunaian zakat karena itu adalah inti ibadah harta-benda.

Penjelasan Rasulullah tentang Orang yang melalaikan kewajiban zakat
Shahih Bukhari, Kitab Al-Zakah:
Abu Hurairah berkata: Nabi bersabda: Kelak pada hari kiamat, datanglah unta kepada pemiliknya dengan keadaan yang terbaik, maka jika ia dahulu tidak menunaikan haknya (zakat), maka unta itu akan menendanginya; dan kambing datang kepada pemiliknya dengan keadaan yang terbaik, maka jika dahulu tidak ia tunaikan haknya maka kambing itu akan menendang dan menyeruduk sang pemilik tersebut. Kemudian Rasulullah bersabda: Dan tidaklah seseorang diantara kalian pada hari kiamat, ia membawa kambingnya dengan cara merangkak, dan berteriak: Wahai Muhammad, tolonglah aku?! Maka aku menjawabnya: Aku tidak mampu menolongmu, dahulu sudah aku sampaikan tentang kewajiban zakat itu. Demikian juga datang pemilik unta sambil membawa untanya sambil merangkak, dan berteriak: Wahai Muhammad, tolonglah aku. Maka aku menjawabanya: Aku tidak mampu menolongmu, dahulu sudah aku sampaikan tentang kewajiban zakat itu.

Dari Khalid bin Aslam: Aku pernah keluar bersama Abdullah ibn Umar, maka berkatalah seorang Badui: Beritahukanlah kepadaku makna firman Allah: Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menginfaqkannya di jalan Allah. Maka berkatalah Ibnu Umar: Siapa yang menimbun emas dan perak serta tidak menzakatinya, maka celakalah ia. Peringatan ini turun sebelum datangnya perintah zakat, maka tatkala sudah turun ayat tentang zakat, maka jadilah ia pembersih dan penyuci harta.

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Kesimpulannya adalah harta apapun yang tidak wajib zakat maka bukan harta timbunan, sebab ia dimaafkan oleh Allah dan harta yang sudah ditunaikan zakatnya juga sudah dimaafkan Allah sebab sudah ditunaikan kewajibannya, maka ia pun tidak disebut sebagai harta timbunan.

C. Definisi
1. Secara Etimologi
Zakat, secara bahasa, berarti berkembang dan menjadi suci. Allah berfirman: Dan beruntunglah orang-orang yang men-zakka (menyucikan) jiwanya. Q.S. Al-Syams. Berkembang seperti tanaman menjadi banyak dan besar.

2. Secara Terminologi
Definisi secara syariat, zakat dapat digambarkan dalam dua makna:
Pertama, zakat adalah menjadi sebab berkembangnya harta atau menambah pahala. Dalilnya adalah hadits Rasulullah: Tidak akan menjadi berkurang harta karena dizakati Karena balasan pahalanya akan berlipat-ganda dan Allah-lah yang akan memperkembangkan harta karena zakat.
Kedua: Zakat menjadi sebab suci dan bersihnya jiwa dari sifat-sifat tercela, seperti bakhil dan berbagai dosa.

Al-Hafidz menjelaskan dalam Fathul Bari: Zakat yaitu memberikan sebagian dari harta yang sudah masuk kategori nishab yang sudah genap satu haul (tahun), dan diberikan kepada orang fakir dan yang lainnya.

Ibnu Arafah menjelaskan bahwa Zakat bisa didefinisikan sebagai sebuah nama untuk satu bahagian harta yang memenuhi syarat kewajiban dan diberikan kepada para mustahiqnya dimana harta tersebut sudah menjadi satu nishab. Ini artinya orang-orang yang sudah memiliki harta satu nishab atau lebih ia diwajibkan memberikan harta sejumlah tertentu kepada orang fakir dan mustahiq yang semisalnya dengan cara diberikan sehingga berubah kepemilikannya menjadi milik para mustahiq.

D. Tahun Kewajiban:
Zakat ditetapkan dalam Islam menjadi wajib pada tahun kedua hijrah walaupun ada yang mengatakan pada tahun pertama hijrah. Imam Ibnul Atsir menyatakan dengan jazm (penguatan) bahwa zakat ditetapkan pada tahun kesembilan hijrah. Pandangan ini perlu ditinjau ulang, karena boleh jadi yang benar adalah di tahun kelima hijrah, adapun pada tahun kesembilan adalah Rasulullah mengutus para delegasinya untuk menarik zakat. (Lihat detailnya pada Fathul Bari).

E. Nama Lain Zakat
Zakat memiliki nama-nama yaitu Zakat itu sendiri (Dan tegakkanlah shalat dan tunaikanlah zakat); Al-Haq (Dan tunaikanlah haq-nya pada saat ia dipanen); Al-Nafaqah (Dan orang-orang yang menimbun emas dan peraknya serta tidak me-nafqah-kannya di jalan Allah ...); Al-Shadaqah (Dan ambillah dari harta mereka shadaqah yang dengannya membersihkan harta dan mensucikan jiwa-jiwa mereka); Al-Afwu (Ambilah Al-Afwu dan perintahkanlah kebajikan dan berpalinglah dari orang-orang yang jahil).

F. Batasan Kewajiban

Dan zakat tidak menjadi wajib kecuali jika sudah mencapai nishab dan genap satu haul (tahun). Haul (tahun) yang dimaksud adalah tahun qamariah bukan tahun masehi, sebab tahun qamariah ada 354 hari; nishab maknanya adalah batasan jumlah minimal atas harta untuk menjadi wajib zakat. Dimiliki secara sempurna juga merupakan syarat harta zakat, baik untuk uang, emas, perak atau yang lainnya. Untuk nishab, maka setiap harta memiliki nishab sendiri-sendiri. Syarat berikutnya adalah terlunasinya hutang atau tidak memiliki hutang. Maka, siapa yang masih memiliki hutang maka lunasilah hutang tersebut dengan harta yang ia miliki itu atau cicillah, ia belum wajib zakat. Siapa yang memiliki harta yang sudah wajib zakat, ia punya hutang, maka bayarlah hutangnya sebesar itu, kemudian baru tunaikan zakat hartanya jika masih tersisa satu nishab atau lebih. (LIhat Al-Fiqh alaa Madzahib Al-Arba'ah, Syaikh Abdurrahman Al-Jazairy).

Ibnu Umar berkata: Tidak wajib zakat atas harta kecuali jika sudah genap satu tahun (Al-Muwaththa, Imam Malik). Syarat ini berlaku untuk semua jenis harta zakat kecuali tanaman dan buah-buahan. Tidak ada syarat haul untuk zakat tanaman dan buah-buahan.

Madzhab Malikiyah menyatakan bahwa haul (genap satu tahun) adalah syarat untuk wajibnya zakat untuk seluruh harta zakat kecuali barang tambang, rikaz, dan tanaman (tanaman dan buah-buahan).

G. Harta Wajib Zakat
Ada lima Jenis Harta Wajib Zakat
1. Emas dan Perak serta yang disetarakan dengannya.
a. Perak, nishabnya sebesar 5 uqiyah.
Hal ini berdasarkan hadits shahih: Tidak ada zakat jika wariq kurang dari 5 uqiyah. Tentang ini telah disepakati oleh seluruh ulama ummat. Adapun barang mineral, ada perbedaan pendapat tentangnya. Nishabnya. 1 uqiyah perak sama dengan 40 dirham perak --sehingga 5 uqiyah sama dengan 200 dirham, pent. Besar zakat adalah 2,5 %, baik emas ataupun perak. Tentang ini sudah disepakati oleh seluruh ulama ummat, kecuali barang tambang. Adapun nishab perak adalah 200 dirham. Imam Al-Shan'any dalam Subulus Salam menyatakan: Nishab untuk perak adalah 200 dirham dan zakatnya adalah 2,5 % adalah Ijma' (kesepakatan seluruh ulama Islam).

b. Emas, nishabnya adalah 20 mitsqal/20 dinar.
Mayoritas Madzhab menyatakan 20 mitsqal adalah sama dengan 20 dinar. Namun, madzhab Hanbali menyatakan bahwa 1 dinar lebih kecil dari 1 mitsqal. Mayoritas ulama menyatakan bahwa zakat emas telah jatuh wajib jika sudah mencapai 20 dinar (jika dikonversikan ke dalam gram sama dengan 85 atau 84 atau 92 gram -pent). Kenapa terjadi perbedaan pendapat tentang nishab emas? Sebab tidak ada hadits yang tsabit/shahih dari Nabi sama sekali tentang ini, berbeda dengan perak.

Imam Al-Shan'any menyatakan dalam Subulus Salam: Namun, ayat Allah yang berbunyi: Dan orang-orang yang menimbun emas dan peraknya serta tidak menginfaqkannya di jalan Allah, maka ...dst., menunjukkan bahwa emas adalah haknya Allah. Imam Bukhari, Abu Daud, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Tidak ada seorang pemilik emas ataupun perak yang tidak menunaikan haknya (zakat), kecuali kelak pada hari qiamat akan dikalungkan kepadanya kalung dari api neraka, dan terbakarlah ia karenanya. Maka, hak dari emas dan perak adalah zakat. Nishab emas dan perak yang dimaksud di sini adalah emas murni dan perak murni. Untuk jenis emas maka, saat ini, 24 Karat.

Shahih Bukhari, Kitab Al-Zakah:
Dari Abu Said Al-Khudry, Rasulullah bersabda: Tidak ada zakat atas unta yang kurang dari 5 ekor, tidak ada zakat atas perak yang kurang dari 5 uqiyah, tidak ada zakat atas hasil panen yang kurang dari 5 wasaq. (Keterangan: 5 uqiyah sama dengan 200 dirham perak dan 5 wasaq sama dengan 9 kwintal -pent)

Al-Muwaththa:
Imam Malik berkata: Adalah yang sudah menjadi sunnah yang tiada perselisihan di dalamnya, adalah bahwa zakat wajib atas 20 dinar dan 200 dirham perak. Imam Al-Bajiy menyatakan bahwa tentang ini, tidak ada perselisihan sedikitpun di kalangan seluruh ulama ummat.

Al-Hafidz ibn Hajar menyatakan dalam Fathul Bari: Tidak ada perbedaan pandangan tentang nisbah zakat perak 200 dirham

c. Perhiasan
Imam Al-Khathaby berkata: Ulama berbeda pandangan tentang kewajiban zakat perhiasan.

Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab, Ibnu Mas'ud, Abdullah ibn Umar, Ibnu Abbas, mereka menyatakan wajibnya zakat perhiasan. Ini juga pandangan Said ibn Musayyab, Said ibn Jubair, Atha, Ibnu Sirin, Jabir bin Zaid, Mujahid, Zuhri, Tsauri, Abu Hanifah.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Jabir bin Abdullah, Aisyah, Qasim bin Muhammad, Sya'bi berpandangan tidak wajibnya zakat perhiasan. Pandangan ini juga dianut oleh Imam Malik, Ahmad bin Hanbal, Ishaq ibn Rahuyah, dan satu dari pandangan Imam Syafi'iy.

Al-Khathaby menyatakan: Yang nampak jelas adalah bahwa Al-Qur'an membenarkan pandangan yang menyatakan wajibnya zakat perhiasan, demikian juga atsar sahabat. Adapun pandangan yang menyatakan sebaliknya, maka pandangan itu perlu dikaji ulang, maka yang lebih menunjukkan kehati-hatian kita adalah dengan menunaikan zakat perhiasan.

Al-Mubarakafury berkata: Pernyataan yang menyatakan wajibnya zakat perhiasan, baik emas maupun perak adalah yang tampak rajih/lebih kuat menurutku. Pandangan ini didukung oleh banyak hadits, diantaranya hadits Ummu Salamah, dimana ia sedang memakai perhiasan dari emas, lalu ia bertanya: Apakah ini termasuk harta timbunan, Wahai Rasulullah? Maka, jawaban Rasulullah: Jika sudah kamu tunaikan zakatnya, maka bukan harta timbunan. HR. Abu Daud, Daraquthny, dan dishahihkan oleh Al-Hakim. Demikian tersebut dalam Bulughul Maram Al-Hafidz menyatakan dalam Al-Dirayah: Imam Ibnu Daqieq Al-Ied menyatakan hadits ini kuat.

Demikian juga hadits Aisyah, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah ibn Syadad, dimana ia berkata: Kami pernah masuk ke dalam rumah Aisyah, dan Aisyah berkata: Rasulullah suatu hari pernah masuk ke dalam rumahku, lalu beliau melihat di tanganku ada gelang dari perak, maka beliau bertanya: Apa itu, Wahai Aisyah? Aku menjawab: Aku membuatnya sendiri agar aku berdandan/berhias untukmu, Wahai Rasulullah. Rasululah bersabda: Apakah sudah engkau tunaikan zakatnya? Aku menjawab: Belum, atau aku katakan Masya Allah. Maka, Rasulullah bersabda: Itu bagianmu dari api.HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, ia berkata: Shahih berdasarkan persyaratan Bukhari-Muslim, walaupun tidak diriwayatkan oleh keduanya. Al-Hafidz berkata dalam Al-Dirayah: Ibnu Daqieq Al-Ied berkata, hadits itu shahih atas syarat Imam Muslim.

Tentang Cincin, dalam Sunan Nasaa'i, dikatakan kepada Sufyan Al-Tsaury: Bagaimana teknis zakat atas cincin yang tidak sampai nishab? Jawab Al-Tsaury: Cincin itu anda gabungkan dengan perhiasan lainnya hingga mencapai nishab, lalu keluarkanlah zakatnya, wallahu a'lam.

Catatan: Zakat atas perhiasan adalah masuk ke dalam koridor zakat emas-perak sesuai jenisnya masing-masing.

2. Tanaman dan Buah-Buahan
Wajibnya zakat atas tanaman dan buah-buahan adalah berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Allah berfirman: Dan tunaikanlah haq-nya pada saat ia dipanen.

Rasulullah bersabda: Apa saja yang diairi dengan air hujan maka ada zakat padanya seper sepuluh (10%). Dan apa saja yang diairi dengan mempergunakan hewan ternak, maka zakatnya setengah dari seper sepuluh (5 %). Hadits ini menjelaskan perincian apa yang tertuang di dalam ayat tersebut di atas.

Dan hukum zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 10 %, jika ia tumbuh atas pengairan air hujan dan mata air, air sungai. Dan zakat sebesar 5 % jika pengairan menggunakan ternak sebagai pengangkut airnya dan atau yang semisalnya --irigasi, pent. Zakat tersebut tetap dengan mensyaratkan nishab pada saat panen. Nishabnya adalah 5 wasaq. (Konversi wasaq menjadi kilogram, lihat detailnya pada www.siwakz.net -pent). Imam Nawawi berkata: Para ulama bersepakat atas sesungguhnya jumlah kelebihan dari 5 wasaq wajib dizakati sesuai perhitungannya, dan tidak mensyaratkan haul 1 tahun.

Tentang ayat Dan tunaikanlah haq-nya pada saat ia dipanen, maka Imam Malik berkata: Jika telah matang kurma, telah menghitam buah zaitun, dan tanaman siap dipanen, serta tidak lagi membutuhkan pengairan, maka sudah wajiblah zakat atasnya.

Jenis-Jenis Tanaman Wajib Zakat
Ulama sepakat atas dua hal dari biji-bijian: jewawut dan gandum (bulir gandum sama dengan bulir padi –pent), dan dua buah: kurma masak dan anggur kering (kismis). Ulama berbeda pandangan tentang tanaman lainnya; diantara mereka ada yang hanya melihat 4 jenis tanaman tersebut di atas saja. (Ibnu Abi Laila, Sufyan Al-Tsauri, Ibnul Mubarak). Dan diantara mereka ada yang mengatakan semua buah-buahan dan tanaman yang bisa disimpan (Imam Malik, Syafi'iy). Dan ada yang berpandangan semua tanaman yang tumbuh di bumi (Abu Hanifah).

Imam Malik dan Syafi'iy berbeda pandangan tentang zaitun; Imam Malik berpandangan zaitun ada zakatnya, sedangkan Imam Syafi'iy berpandangan tidak. Pandangan Syafi'iy ini beliau lontarkan terakhir kali saat beliau bermukim di Mesir. Sebab perbedaan pandangan itu adalah pada apakah buah zaitun termasuk biji-bijian ataukah tidak.

3. Hewan Ternak: Unta, Sapi, dan Kambing
Yang termasuk dalam jenis sapi adalah kerbau. Yang termasuk ke dalam jenis kambing, selain biri-biri, adalah kambing kacang, dan kambing gibas. Dan tidak ada kewajiban zakat atas hewan ternak selain apa yang sudah kami terangkan ini, semisal: kuda, keledai, himar, singa, anjing, dan yang lainnya, kecuali jika diperdagangkan maka terkena kewajiban zakat perdagangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: Tidak ada kewajiban zakat atas kepemilikan kuda (kendaraan) dan budak.

Syarat hewan wajib zakat:
a. Digembalakan di padang bebas. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: Untuk kambing gembalaan ada zakatnya. Digembalakan di padang bebas artinya dalam satu tahunnya, ternak itu mayoritas waktunya adalah ada di padang rumput bebas, bukan dikandang ternak. Namun, untuk persyaratan ini, Imam Laits ibn Saad dan Malik, serta Ibnu Hazm tidak sependapat. Ketiganya menyatakan semua hewan ternak, baik digembalakan ataupun di ternak kandang hukumnya sama. Hal ini berdasarkan hadits: Untuk kambing yang berjumlah 40 ekor zakatnya adalah satu ekor, dan pada hewan unta .... Namun, karena atsar tersebut tidak tsabit/shahih, maka kita harus berpegang kepada ijma' (kesepakatan ulama) bahwasannya zakat hewan ternak hanya berlaku untuk yang digembalakan saja. Adapun pandangan Imam Malik bahwa zakat hewan ternak, baik gembalaan ataupun dikandangkan, adalah berdasarkan ucapan Imam Malik dalam Al-Muwaththa': Ia membaca surat Khalifah Umar ibn Al-Khaththab tentang zakat, di dalamnya tersebut kalimat: Dan pada 24 ekor unta dan selebihnya, zakatnya adalah satu ekor kambing untuk setiap 5 ekor untanya. Dan ini adalah umum.

b. Mencapai jumlah tertentu, yaitu mencapai nishab. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: Tidak ada kewajiban zakat jika unta kurang dari 5 ekor. Jika jumlah hewan ternaknya kurang dari jumlah nishab yang sudah ditetapkan, maka tidak ada kewajiban zakat atasnya.

4. Zakat Perdagangan
Shahih Bukhari: Al-Zuhri berkata: Budak yang diperdagangkan ada dua kewajiban zakat, yaitu zakat perdagangan dan zakat fithrah. Al-Hafidz Ibnu Hajar, dalam fathul Bari, berkata: Ulama Dhahiriyah (tekstualisme) menyatakan tidak ada kewajiban zakat atas kepemilikan budak dan kuda tunggangan, baik digunakan sendiri ataupun diperdagangkan. Mereka menyatakan bahwa zakat perdagangan telah final secara ijma, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnul Mundzir dan yang lainnya, terkecuali apa yang tersebut dalam hadits: Tidak ada kewajiban zakat atas kepemilikan budak dan kuda tunggangan.

Imam Nawawi, dalam Syarh Shahih Muslim, berkata: Hadits tersebut merupakan pedoman pokok bahwa harta kekayaan yang digunakan tidak ada zakatnya, sebab tidak ada zakat pada kuda kecuali jika diperdagangkan. Inilah yang dikatakan dan dipegang oleh seluruh ulama, baik salaf maupun khalaf.

Imam Bukhari membuat bab pembahasan tentang zakat kasab (penghasilan) dan perdagangan. Hal ini berdasarkan firman Allah: Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah dari hasil usahamu yang thayyib (baik) dan apa-apa yang kami tumbuhkan dari dalam bumi.

Ucapan pembahasan Imam Bukhari ini, dengan hanya menyebut ayat tanpa hadits, seakan-akan beliau mengisyaratakan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakam dari Mujahid, tentang ayat ini: Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah dari hasil usahamu yang thayyib (baik) adalah perdagangan yang halal. HR. Thabari, Ibnu Abi Hatim dari jalan Adam darinya. Dan Thabari dari jalan Hasyim, Syu'bah: Dari hasil usahamu yang baik adalah perdagangan, dan apa yang kami tumbuhkan dari dalam bumi adalah buah-buahan.

Syaikh Al-Jazairy dalam Al-Fiqh alaa Madzahib Al-Arbaah, berkata: Jika memang perdagangan termasuk harta wajib zakat, sebagai varian tersendiri sebagaimana varian hewan ternak dan buah-buahan, maka ini perlu dikaji ulang. Sebab, jika ada ketentuan nishab pada harta tersebut dan pada nilai nominalnya, maka ia dizakati menurut harta itu sendiri sebagaimana zakat atas hewan ternak dan buah-buahan, bukan dengan nilai nominalnya. Namun, jika ada ketentuan nishab pada salah satu dari keduanya (nishab harta atau nishab nilai nominal saja), maka zakatnya dikeluarkan menurut nilai nominalnya, baik perdagangan, hewan ternak, buah-buahan. Dan zakat perdagangan setiap tahun sekali harus dizakati sepanjang berapa tahun ia terus diperdagangkan, selama masih memenuhi syarat nishab. Teknisnya adalah dengan menunaikannya diakhir tahun dalam bentuk emas atau perak atau dengan uang tunai yang berlaku di negaranya masing-masing.

Apakah zakat perdagangan diwajibkan atas dzat barang perdagangannya ataukah atas nilai harga barangnya? Maka yang benar adalah atas nilai harga barangnya dengan cara menjumlahkan semua barang dan menilainya dengan harga yang sedang berlaku saat itu ditambah keuntungan/laba berjalan.

Para ulama sepakat bahwa barang-barang yang tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, maka tidak ada zakatnya. Dan Madzhab Dhahiriyah (Tekstualisme) menyatakan tidak ada zakat perdagangan. Namun Jumhur (mayoritas) dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali, menyatakan ada zakat perdagangan.

5. Zakat barang tambang/mineral
Harta karun zakatnya adalah seperlima (20%). Rasulullah bersabda: Atas penemuan rikaz (harta karun), zakatnya seperlimanya. Para sahabat bertanya: Apakah rikaz itu? Rasulullah menjawab: Harta yang Allah ciptakan di dalam bumi pada hari penciptaan langit dan bumi, maka pada barang tambang/mineral itu zakatnya sebesar seperlimanya. HR. Bukhari-Muslim.

Barang tambang adalah apa saja yang Allah ciptakan di dalam bumi, baik emas, perak, atau yang lainnya, seperti seng, timah, tembaga, dan yang lainnya. Jika termasuk emas atau perak maka hukum zakatnya masuk ke dalam koridor hukum zakat emas dan perak dengan persyaratan yang akan kami sebutkan, yaitu nishab. Adapun haul maka tidak ada persyaratan haul untuk barang mineral.

Adapun rikaz (harta karun) adalah harta peninggalan bangsa-bangsa terdahulu dari kalangan jahiliyah, berupa emas atau perak atau yang lainnya. Jika kita ragu apakah peninggalan itu termasuk peninggalan masyarakat jahiliyah atau peninggalan muslim tempo dulu, maka harus dihukumi sebagai peninggalan jahiliyah. Zakatnya sebesar seperlimanya, baik emas atau perak atau yang lainnya, baik ditemukan oleh muslim ataupun kafir, merdeka ataupun budak. Zakat seperlima ini sama dengan hukum ghanimah dimana penyalurannya untuk kemaslahatan umum.

Syaikh Al-Jazairy dalam Al-Fiqh alaa Madzahib Al-Arbaah, menyatakan: Tidak ada zakat atas kepemilikan rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal sendiri, pakaian yang dipakai, perabot rumah tangga, kendaraan operasional, dan perhiasan yang bukan dari emas atau perak, serta intan berlian dalam berbagai jenisnya jika bukan untuk dijual-belikan. Ini semua berdasarkan kesepakatan seluruh madzhab. Demikian juga alat/mesin produksi, kecuali menurut Madzhab Hanafiyah. Demikian juga kitab-kitab ilmu, baik pemiliknya ulama atau orang biasa, kecuali menurut Madzhab Hanafiyah.

I. Siapakah Wajib Zakat?
Imam Ibnu Rusyd Al-Qurthuby, dalam Bidayatul Mujtahid, menyebutkan: Para ulama sepakat bahwa orang yang wajib zakat adalah muslim, merdeka, aqil-baligh, memiliki secara sempurna senilai nishab. Ulama berbeda pendapat tentang anak yatim, orang gila, budak, ahludzimmah (orang kafir yang dalam perlindungan negara Islam), dan harta yang dimiliki secara tidak sempurna, seperti harta yang sedang dipinjam oleh orang lain

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata setelah menyebutkan hadits Muadz bin Jabal: Maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir di kalangan mereka. Kata Al-Hafidz: Hadits ini menjadi dalil bahwa zakat juga wajib atas harta anak kecil atau harta milik orang gila, sesuai keumuman hadits ini. Demikian pandangan Imam Qadhi Iyadh.

Namun, para ulama lainnya menyatakan: Tidak ada kewajiban zakat atas anak kecil, orang gila yang memiliki harta, namun wajib atas wali/wakilnya untuk menunaikan zakat atas harta tersebut. Demikian menurut tiga Imam Madzhab. Hal ini tidak disepakati oleh Ulama Madzhab Hanafiyah. Jumhur mengatakan: Maka, zakat wajib atas setiap harta yang dimiliki sempurna, mencapai nishab, genap satu tahun, kecuali tanaman dan buah-buahan tidak disyaratkan genap satu tahun.

J. Bolehkah Zakat Secara Nominal
Tidak diperbolehkan berzakat secara nominal. Namun, yang boleh hanyalah berzakat dengan harta tersebut, yaitu dari jenis harta yang wajib dizakati itu sendiri, misalnya emas dengan emas, panen buah-buahan dengan buah-buahan itu sendiri, demikian seterusnya.

J. Apakah Hutang-Piutang Dizakati
Siapa yang memiliki banyak hutang hingga menghabiskan semua hartanya maka tidak ada kewajiban zakat atasnya, walaupun hartanya lebih banyak daripada hutangnya, kecuali jika sisa hartanya masih mencapai nishab. Jika sisa hartanya masih mencapai nishab, maka dizakati sisa harta tersebut.

Siapa yang punya hutang hingga bertahun-tahun, maka tidak ada zakat atasnya, kecuali sudah terlunasi. Madzhab Malikiah menyatakan: Siapa yang memiliki harta karena mendapat warisan, hibah, shadaqah, atau menjual rumahnya atau barang tetap lainnya, dan ia tidak bisa memegang harta tersebut karena habis untuk membayar hutangnya bahkan masih ada hutang yang belum terbayarkan, maka tidak ada zakat atasnya. Kecuali jika ia memegang uang tersebut hingga genap satu tahun. Misalnya: Seseorang mendapatkan warisan dari bapaknya, kemudian pengadilan menyita harta tersebut karena sesuatu perkara, dan ia terus memiliki hutang hingga bertahun-tahun lamanya, maka tidak boleh ditarik zakat daripadanya. Namun jika ia memegang harta tersebut hingga genap satu tahun harta tersebut masih ada padanya, maka wajiblah ia membayar zakat.

Madzhab Hanbali menyatakan: Piutang wajib dizakati jika piutang itu masih tetap ada di tangan orang yang berhutang, walaupun si penghutang benar-benar bangkrut. Pemilik piutang wajib menzakatinya sekali saja, yaitu ketika penghutang sudah melunasi/membayar kepadanya, dengan catatan mencapai nishab.

K. Penyaluran Zakat
1. Zakat disalurkan kepada kepada 8 ashnaf, sebagaimana Allah sebutkan di dalam firman-Nya: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk fakir, miskin, amil, muallaf, pembebasan budak, gharim, fii sabilillah, dan ibnu sabil; sebagai sebuah kewajiban dari Allah, Dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. Q.S. At-Taubah: 60.

Disebutkan dalam kitab Irsyad Al-Salik, Kitab Al-Zakah:
Pihak yang wajib menerima zakat adalah 8 golongan sebagaimana disebutkan Allah, dan dibolehkan menyalurkan zakat hanya kepada satu golongan, sesuai kebutuhannya; jika seseorang memiliki harta melebihi nishab, maka tidak perlu mensyaratkan apakah ia mampu bekerja taukah tidak, tunaikanlah zakatnya, dan tidak boleh menyalurkannya ke urusan sosial umum selain 8 ashnaf tersebut.


Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Dan sesungguhnya zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, karena hadits yang menyatakan untuk orang fakir diantara, artinya adalah orang fakir diantara kaum muslimin, baik daerah tersebut maupun muslimin secara umum. Dan orang murtad adalah seperti orang yang mencaci-maki Allah, mencaci-maki Rasulullah, mencaci-maki Islam, meninggalkan shalat, dan gerakan-gerakan kafir seperti zionisme, atheisme, dan yang lainnya.

3. Apakah Zakat boleh dibawa ke negara lain?
Dan tidak boleh memindahkan harta zakat ke luar negeri, padahal di negeri tersebut masih ada mustahiqnya, dan dimakruhkan jika memindahkan harta zakat ke luar negeri, kecuali jika di luar negeri ada saudara/kerabat kita yang tergolong mustahiq zakat, atau orang di luar negeri lebih membutuhkan daripada mustahiq yang ada di dalam negeri. Yang sesuai aturan syariat adalah menyalurkan zakat dimana harta itu ada. Jika seseorang tinggal di daerah A sedangkan harta-bendanya ada di daerah B, maka salurkanlah zakat di B.

L. Zakat Fithrah

1. Kenapa dinamakan Zakat Fithri?
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalaniy berkata: Dan dinisbatkan zakat, pada Iedul Fithri, dengan nama zakat fithri karena untuk berbuka/makan pagi setelah berpuasa Ramadhan sebelumnya.

Imam Ibnu Qutaibah berkata: Yang dimaksud dengan zakat fithri adalah zakat untuk pembersihan jiwa, al-fithri diambil dari asal kata al-fithrah yang maknanya adalah fithrah sebagai keadaan asal penciptaan manusia. (Fathul Bari, 3/367)

2. Hukum Zakat Fithri
Shahih Bukhari, Abwab Shadaqatul Fithr:
Dari Ibnu Umar: Rasulullah mewajibkan kepada kami zakat fithri sebesar satu sha' kurma mask atau gandum, diwajibkan atas hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, orang dewasa, anak-anak, dari kalangan muslimin, dan beliau menyuruh agar ditunaikan sebelum keluarnya manusia untuk shalat Ied. HR. Bukhari, Muslim.

Abul Aliyah, Atha, Ibnu Sirin, berpandangan bahwa zakat fithri adalah wajib. Ibnul Mundzir menukilnya dalam kitab Al-Ijma', demikian juga yang lainnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Dan nukilan yang berbunyi bahwa zakat fithri itu wajib, perlu ditinjau ulang, sebab Ibrahim ibn Aliayah dan Abu Bakar ibn Kisan Al-Asham mengatakan: Kewajiban zakat fithri sudah dimansukhkan.

Madzhab Malikiah menukilkan dari Asyhab, bahwasannya zakat fithri adalah sunnah muakkadah. Dan ini adalah pandangan sebagian ulama dari Madzhab Dhahiriyah, Ibnu Luban dari Madzhab Syafiiyah. Mereka memaknai kata FARADHA dengan makna ketentuan. Ibnu Daqieq Al-Ied berkata: Secara makna bahasa memang faradha artinya ketentuan, namun dalam kebiasaan syariat, artinya adalah wajib, maka memaknainya dengan arti wajib, adalah lebih utama. Allah berfirman: Sungguh beruntung orang-orang yang menyucikan dirinya. Q.S. Al-A'laa. Dan telah tsabit/shahih bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah zakat fithri.

3. Besaran Zakat Fithri

Zakat fithri adalah sebesar 1 sha (3 kg). Dari Abu Said Al-Khudri, katanya: Kami memberikan zakat fithri sebanyak 1 sha gandum. HR. Muslim, nomor 985.

4. Zakat Fithri adalah wajib.
Zakat fithri adalah wajib atas setiap orang muslim, merdeka atau budak, yang mampu. Kami diperintahkan untuk menunaikan zakat fithri oleh Rasulullah pada tahun dimana puasa Ramadhan diwajibkan atas kami, yaitu sebelum turun ayat tentang zakat, dan penyalurannya adalah sebagaimana penyaluran zakat pada umumnya.

Zakat fithri wajib atas orang Islam, memiliki kelebihan makanan dan kebutuhan dasar (hajat ashliyah), tidak mesti aqil-baligh. Maka, walaupun orang gila, anak-anak, wajib ditunaikan zakat oleh walinya. Jika tidak, maka berdosalah walinya tersebut.

5. Siapa yang wajib berzakat fithri?
Fithrah wajib atas setiap orang mu'min yang menjumpai bulan Ramadhan, walaupun hanya beberapa jam saja sebelum fajar Iedul Fithri, baik laki-laki, perempuan, merdeka, budak. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: Wajib atas setiap orang budak, merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil, dewasa, dari kalangan muslimin. Seseorang wajib mengeluarkan zakat fithri untuk dirinya, anak-anaknya yang masuh kecil, pembantunya, anak-anaknya yang dewasa jika mereka gila namun jika tidak gila maka mereka berzakat sendiri. Seorang suami tidak wajib menunaikan zakat fithri istrinya, namun jika ia berbaik hati untuk itu, maka sah zakatnya, walaupun tanpa seizin istrinya.
Imam Malik, Syafii, Laits, Ahmad, Ishaq mengatakan: Wajib atas suami untuk menzakati istrinya sebagai konsekuensi kewajiban nafkahnya.

Imam Ibnul Mundzir menukilkan dalam Al-Ijma' bahwasannya tidak ada kewajiban zakat atas janin yang belum lahir. Zakat fithri juga wajib atas orang yang baru masuk Islam pada saat-saat Maghrib akhir Ramadhan.

Zakat fithri wajib atas semua orang, baik kaya ataupun miskin. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: Zakat fithri sebagai pembersih orang yang berpuasa. Imam Syafii menjadikan syarat seseorang berzakat fithri, seseorang memiliki kelebihan bahan makanan pokok untuk seukuran satu hari, seukuran biaya makan seluruh orang yang wajib ia nafkahi. Adapun Madzhab Hanafiyah menyatakan: Zakat fithri tidak wajib kecuali atas orang yang memiliki harta sebesar satu nishab atau lebih. Ibnu Bazizah mengatakan: Tidak ada dalil yang mensyaratkan nishab dalam zakat fithri, sebab ia adalah zakat badaniah, bukan zakat atas harta.

6. Waktu wajib Zakat/span>
Zakat fithri diwajibkan sejak terbit fajar Iedul Fithri, dan disunnahkan sebelum keluar untuk shalat Ied. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: Cukupkanlah/kayakanlah orang-orang fakir dengan zakat fithri sehingga mereka tidak meminta-minta di hari itu. Haram mengakhirkannya sehingga lewat waktu shalat Ied dan wajib mengqadha-nya.

Dalilnya adalah hadits Ibnu Umar bahwasannya waktu wajib zakat fithri adalah tenggelamnya matahari malam Ied, sebab saat itu adalah waktu makan buka puasa Ramadhan terakhir.

Ada yang mengatakan bahwa waktu wajibnya adalah saat terbit fajar pada hari Ied, sebab malam bukanlah waktu untuk puasa, sedangkan waktu makan pagi yang sesungguhnya adalah pada pagi hari berikutnya. Pandangan pertama dikemukakan oleh Syafii, Tsauri, Ahmad, Ishaq, dan satu riwayat dari Malik. Pandangan kedua dikemukakan oleh Abu Hanifah, Laits, Syafii dalam qaul qadimnya, dan satu riwayat kedua dari Malik. Pandangan terakhir ini dikuatkan oleh hadits yang berbunyi: Dan diperintahkan untuk menunaikannya sebelum keluarnya manusia menuju shalat Ied di tanah lapang. Hadits ini juga menjadi dalil makruhnya mengakhirkannya, namun Ibnu Hazm menghukuminya haram.

7. Apa yang dizakatkan untuk fithrah?
Jenis-jenisnya adalah gandum, kurma masak, anggur kering/kismis, tepung gandum, atau bahan makanan lainnya seperti jagung, gandum, adas, dan lain-lain. Tidak sah menunaikan zakat dengan uang atau yang selain bahan makanan pokok.

8. Ukuran
Ukurannya zakat fithri adalah 1 (satu) sha. Satu sha menurut ukuran penduduk Madinah adalah 4 mud, baik mud laki-laki maupun perempuan. Satu mud =1,3 Ritel penduduk Madinah. Satu Ritel = 4 kali seseorang mengambil beras/gandum dengan satu telapak tangannya, dengan ukuran tangan yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.

Siapa yang sudah wajib menunaikan zakat fithri, maka hendaklah ia menunaikannya di tempat dimana ia berbuka puasa saat itu, saat terakhir Ramadhan.

M. Nasihat
Sesungguhnya Allah tidaklah mewajibkan zakat kepada hamba-Nya, kecuali untuk memuliakan hamba-Nya, menyucikan jiwa an hartanya, bahkan memperkembangkannya.

Allah ta'alaa berfirman: Maka, adapun orang yang memberi dan bertaqwa, dan membenarkan akan adanya hari akhir, maka Kami mudahkan ia ke arah yang mudah; dan adapun orang yang kikir dan merasa cukup serta mendustakan adanya hari akhir, maka kami mudahkan ia kearah kesulitan. Q.S. Al-Lail: 5 – 10.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Tidak ada satu haripun di pagi hari yang dilalui seorang hamba, kecuali ada dua malaikat yang turun kepadanya, satu malaikat berkata: Wahai Allah, berilah ganti untuk orang yang berinfaq, dan berkatalah malaikat kedua: Wahai Allah, berilah kebangkrutan kepada orang yang tidak berinfaq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih semoga kritik dan sarannya