Kamis, 02 September 2010

KITAB ZAKAT Bag. 1

A. Definisi dan Pengertian

Zakat, secara bahasa, adalah berkembang-biak dan bertambah serta merekah. Juga bisa bermakna pujian. Allah berfirman: “Maka, janganlah kalian memuji (tuzakku) diri kalian sendiri.” Q.S. Al-Najm: 32. Juga bisa bermakna pembersihan/penyucian. Allah berfirman: “Sungguh, telah beruntung orang-orang yang membersihkan jiwanya (zakkaahaa).” Q.S. Al-Syams: 9.

Juga, bisa bermakna santun atau penyantun. Dan dzat harta yang ditunaikan sebagai penunaian zakat dinamakan zakat karena ia bisa memberikan tambahan kepada harta yang sudah ditunaikan zakatnya, bahkan bisa menghindarkan dari kecelakaan atau kesialan.

Dan asal penamaan hal in dengan nama zakat, adalah berasal dari firman Allah dalam surat Al-Baqarah. Allah berfirman: “Ambillah dari harta mereka suatu shadaqah yang dengannya bisa membersihkan dan mensucikan (tuzakkiihim bihaa) mereka.”. Q.S. Al-Taubah: 103. Maksudnya adalah bisa membersihkan pezakat dari dosa dan melipatgandakan pahalanya. Imam Al-Azhuriy mengatakan: “Maksudnya adalah bisa memberdayakan para fakir.”

Zakat, secara syar’i, bisa didefinisikan sebagai hak yang wajib ditunaikan dari harta tertentu untuk diberikan kepada kelompok manusia tertentu pada waktu tertentu pula.

B. Mendustakan Kewajiban Zakat

Zakat adalah rukun ketiga dari seluruh rukun Islam, pondasi, dan bangunannya. Maka, siapapun yang menentang akan wajibnya zakat, karena kebodohannya, dan orang disekitarnya pun tidak mengetahuinya, karena baru saja masuk Islam, misalnya, atau hidup di masyarakat yang jauh dari masyarakat muslimin, sehingga dimungkinkan ia tidak mengetahui kewajiban zakat, maka hendaklah ia diberikan pelajaran tentang wajibnya zakat, dan laranglah ia dari kembali menentang akan hal itu.

Jika ia tetap bersikukuh untuk menentang wajibnya zakat, setelah diberi pengetahuan tentangnya dan ia pun sudah mengetahuinya dan mengetahui wajibnya berdasarkan ilmu, maka ia kafir, berdasarkan kesepakatan seluruh ulama Islam. Sebab, ia mendustakan Allah, rasul-Nya, dan ijma’ ummat Islam, walaupun ia menunaikannya. Ini tentang pendustaan terhadap perwajiban zakat secara umum.

Adapun tentang pendustaan terhadap harta tertentu atau yang semisalnya, maka jika seseorang mendustakan perwajiban zakat atas harta tertentu yang sudah disepakati oleh para ulama atas kewajibannya, maka juga dihukumi kafir. Dan jika sebaliknya (mendustakan wajibnya zakat atas jenis harta tertentu yang diperselisihkan ulama) maka tidak dihukumi kafir. Seperti harta yang dimiliki oleh anak kecil atau orang gila, pada penetapan zakat atas madu, sebab para ulama berbeda pandangan tentang perwajibannya. Dan diambil zakat atas harta tersebut jika wajib atasnya sebelum ia murtad, sebab zakat tidak bisa gugur kecuali dengan gugurnya agama Islam darinya.

Orang yang mengingkari perwajiban zakat harus disuruh bertaubat, dan diberi tenggang waktu 3 hari sejak kemurtadannya, sebagaimana orang-orang yang murtad lainnya. Dan bukti taubatnya adalah ia mengakui perwajiban zakat dan dengan disertai ikrar syahadatain. Maka, jika ia tidak mau, dibunuhlah ia sebagai hukuman atas kekafirannya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Aku diperintahkan Allah untuk memerangi manusia sehingga mereka mau mengikrarkan syahadat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat.”

Abu Bakar Al-Shiddiq mengatakan: “Sungguh, aku akan perangi orang-orang yang memisah-misahkan dan membeda-bedakan antara shalat dengan zakat, dan siapa yang tidak mau menunaikan zakat, karena kikir, atau menggampangkannya, maka zakatnya harus diambil secara paksa, sebagaimana seseorang yang berhutang kepada orang lain lalu ia menggampangkannya dan tidak membayar hutangnya itu.”. Maka, diambil 10 % dari hartanya. Yang demikian itu, karena pemimpin (khalifah) memiliki otoritas untuk meminta zakat darinya, seperti kharaj. Hal ini berbeda masalahnya dengan pelanggaran dalam haji dengan diganti-rugi dengan harta.

C. Dasar Kewajiban zakat

Dasar atau pokok dalam pensyariatan zakat adalah Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Ijma’ (kesepakatan seluruh ulama Islam –pent).

a. Dalil Al-Qur’an

“Dan tunaikanlah zakat” (Q.S. Al-Baqarah: 43) “Dan ambillah zakat dari sebagian harta mereka, untuk membersihkan dan menyucikan mereka” (Q.S. Al-Taubah: 103) “Dan tunaikahlah hak dari harta pada hari engkau memanennya.” (Q.S. Al-An’am: 141) “Dan pada sebagian harta mereka, ada hak yang sudah maklum, untuk para peminta dan orang yang tidak meminta-minta”. (Q.S. Al-Dzariyah: 19)

b. Dalil As-Sunnah

Adalah tatkala Rasulullah SAW mengutus Muadz ibn Jabal ke Yaman, beliau SAW bersabda: “Maka, ajarilah mereka bahwa Allah menetapkan fardhunya shadaqah (zakat) atas mereka; diambil dari orang kaya dan disalurkan kepada orang-orang fakir diantara mereka” (HR. Bukhari-Muslim).

Dari Anas, sesungguhnya Abu Bakar menulis surat kepadanya, diantara lafadznya:

“Sesungguhnya inilah kefardhuan-kefardhuan shadaqah (zakat) yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW kepada muslimin sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya SAW, maka orang muslim manapun yang meminta hak zakat sesuai dengan ketentuannya, maka hendaklah dia berikan; dan siapa yang memintanya melebihi ketentuannya maka jangan diberikan…. Dst. (maka Abu Bakar merinci detail zakat atas hewan ternak. (HR. Ahmad, Nasa’i, Abu Daud, Al-Bukhari, Daraquthni, shahih). (Detail zakat untuk hal ini, lihat dalam fitur “nishab zakat” di situs kami www.siwakz.net. –pent)

c. Dalil Ijma’

Dan seluruh muslimin di seluruh penjuru negeri-negeri sepakat atas wajibnya zakat; para sahabat pun sepakat atas benarnya memerangi orang yang tidak mau membayar zakat.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dengan sanad yang sampai ke Abu Harairah, katanya, ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, saat itu Abu Bakar yang menggantikan Rasulullah SAW; dan orang-orang Arab ada yang kembali kafir. Maka, berkatalah Umar kepada Abu Bakar: “Bagaimana engkau akan memerangi manusia, padahal Rasulullah SAW pernah bersabda “Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka mau mengikrarkan syahadat, siapa yang mengikrarkannya, maka amanlah dariku harta mereka, darah mereka, kecuali dengan haknya, dan urusan mereka terserah kepada Allah”?” Maka menjawablah Abu Bakar: “Demi Allah, aku benar-benar akan memerangi orang-orang yang memisah-misahkan dan membeda-bedakan antara shalat dengan zakat, sebab zakat adalah hak atas harta. Demi Allah, andai mereka tidak mau menunaikan zakat, walaupun dahulu di zaman Rasul mereka menunaikan zakat seutas tali tapi sekarang tidak mau menunaikannya, sungguh akan aku perangi mereka. Umar mengatakan: “Maka, demi Allah, tiada lain yang aku lihat selain Allah telah melapangkan dadanya Abu Bakar untuk memerangi mereka, maka aku pun tahu bahwa Abu Bakar berada pada posisi yang benar.” (HR. Abu Daud, shahih).


D. Tahun Diwajibkan Zakat

Zakat difardhukan pada tahun kedua setelah hijrahnya Nabi SAW ke Madinah. Demikian sebagaimana disebutkan oleh penulis kitab Al-Mughni (Imam Al-Muwaffiq ibn Qudamah Al-Maqdisi –pent) dan kitab Al-Muharrar (Syaikh Muhammad ibn Abdil Hadi –pent), serta Syaikhul Islam ibn Taimiyah.

Dikatakan dalam kitab Al-Furu’: “Dan maksud dari penetapan wajibnya zakat pada tahun kedua sejak hijrah, adalah karena pada tahun tersebut Rasulullah SAW meminta zakat, mengirim tim-tim untuk mengambil zakat. Ini kejadiannya adalah di Madinah. Oleh karena itu, penulis kitab Al-Muharrar mengatakan: “Sesungguhnya, klaim-klaim yang menyatakan tidak adanya perwajiban zakat atas perniagaan, berkontradiksi dengan klaim-klaim yang menyatakan adanya perwajiban zakat dari setiap jenis harta, sebagaimana firman Allah: “Dan pada harta mereka, ada hak yang sudah maklum.”

Syaikh Syarafuddin Al-Dimyathi mengatakan: “Zakat diwajibkan pada tahun kedua setelah hijrah, setelah zakat fithri. Hal ini berdasarkan ucapan Qais ibn Sa’ad ibn Ubadah: “Adalah kami disuruh oleh Rasulullah SAW untuk menunaikan zakat fithri sebelum turunnya ayat-ayat perwajiban zakat”.

Dalam tarikh Ibn Jarir Al-Thabariy , disebutkan bahwa zakat difardhukan pada tahun keempat setelah hijrah. Namun, ada yang mengatakan (dalam teks asli berbunyi: “qiila” untuk menunjukkan bahwa pandangan ini lemah secara ilmiah) bahwa zakat diwajibkan pada masa sebelum hijrah lalu kemudian datang penjelasan detailnya pada masa setelah hijrah.

E. Harta yang Wajib Zakatkan

Zakat diwajibkan kepada 4 jenis harta saja (penulis menyebutnya lima jenis, yaitu dengan 3 jenis pertama di bawah ini, biji-bijian sebagai yang keempat, dan buah-buahan sebagai yang kelima –pent):

1. Hewan ternak, yaitu unta, sapi, dan kambing (baik kambing biasa maupun domba/biri-biri –pent).

2. Emas dan perak. Masuk dalam kategori ini semua hal yang digunakan untuk menggantikan peran emas dan perak, seperti uang kartal dan uang giral.

3. Barang perniagaan, yaitu barang yang memang dipersiapkan untuk diperjualbelikan.

4. Semua hal yang keluar dari bumi, yaitu biji-bijian dan buah-buahan.

Tidak ada kewajiban zakat atas semua jenis harta --selain yang kami sebutkan di atas-- jika tidak diperjualbelikan, baik hewan seperti burung, kuda, bighal, keledai, ataupun yang lainnya seperti peralatan, perhiasan, pakaian, senjata, mesin pabrik, perlengkapan rumah tangga, pepohonan, tumbuh-tumbuhan, sarana dan prasarana, properti (rumah dan tanah), baik rumah tinggal atau yang disewakan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada kewajiban atas seorang muslim karena kepemilikan budak dan kendaraan tunggangan.” HR. Muttafaq Alaih.

Sabda Rasulullah SAW, “Tidak ada kewajiban atas kuda (kendaraan) dan budak kecuali zakat fitri. HR. Abu Daud.

Dan semua jenis harta lainnya diambil qiyas atau komparasionalnya dari kedua hadits tersebut di atas. Disamping itu, pada dasarnya tidak ada kewajiban apapun kecuali jika ada dalil yang jelas yang menyatakannya demikian, dan kita tahu tidak ada dalil atas wajibnya zakat terhadap barang-barang tersebut.

Disebutkan dalam kitab Syarh Ushul Al-Ahkam, ketika menjelaskan hadits: “Tidak ada kewajiban apapun atas seorang muslim karena kepemilikan budak dan kendaraan tunggangan”, Imam Nawawi dan yang lainnya menyatakan: “Pada dasarnya, harta simpanan tidak ada perwajiban zakatnya. Ini adalah ungkapan yang dikemukakan oleh para ulama, baik salaf maupun khalaf, kecuali Abu Hanifah ketika menjelaskan masalah kuda. Dan hadits ini merupakan hujjah yang mematahkan ungkapan Imam Abu Hanifah.

Al-Wazir dan yang lainnya menyatakan: “Para ulama telah menyepakati bahwasannya tidak ada perwajiban zakat atas kepemilikan rumah tempat tinggal, pakaian yang dikenakan, perlengkapan rumah tangga, hewan sarana transportasi dan membajak lahan, budak, dan persenjataan yang digunakan.”

Hal-hal yang disebutkan di atas dan semua jenis harta lainnya tidak dikenakan zakat karena merupakan barang yang digunakan untuk keperluan keseharian, bukan barang yang diperkembangkan. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya atau tidak bolehnya menetapkan zakat atas barang-barang tersebut walaupun tidak adan nash yang menjelaskan detail atas barang-barang tersebut. Sebab, Allah sebagai pembuat syariat hanya menjelaskan harta-harta tertentu yang ada kewajiban zakatnya. Dan harta selainnya, adalah diluar koridor harta wajib zakat. Oleh karena itu, butuh dalil atas wajibnya zakat atas barang itu, bukan butuh dalil atas tidak wajibnya zakat atas barang tersebut. Karena, pada dasarnya, tidak ada perwajiban zakat atas apapun, kecuali yang sudah terjelaskan di dalam syariat.

F. Syarat Wajib Zakat

Syarat wajibnya penunaian zakat, ada lima, yaitu:

1. Merdeka;
2. Islam;
3. Mencapai nishab;
4. Hak milik penuh;
5. Melewati haul.

Syarat ke lima tidak disyaratkan untuk zakat pertanian, keuntungan dari hewan, dan laba perniagaan. Ketiga hal ini tidak ditentukan haul tersendiri, melainkan digabungkan dengan modal pokoknya, yaitu ternak atau barang niaga. Adapun untuk pertanian, maka yang berlaku adalah dalil dari Al-Qur’an: “Dan tunaikanlah hak harta pertanian pada saat ia dipanen.”

Jika seseorang --misalnya-- memiliki 35 kambing, kemudian ia berkembang biak sedikit demi sedikit, maka haul pertama ditentukan pada saat jumlahnya mencapai nishab, yaitu minimal 40 ekor. Maka, setiap penambahan anak kambing, hukum haulnya ditentukan berdasarkan haul modal asalnya, yaitu bibit kambing yang diternak pertama kali. Demikian juga, jika seseorang memiliki modal dagang 18 mistqal, kemudian mengalami untung sedikit demi sedikit, maka haul pertama dihitung sejak jumlah modal dan keuntungannya mencapai nishabnya, yaitu 20 mistqal.

Tidak ada kewajiban zakat atas aorang-orang kafir, baik kafir asli atau kafir murtad, dan jika mereka kemudian masuk Islam, tidak ada perintah untuk meng-qadha zakat atas hartanya sebelummasuk Islam.

Tentang pencapaian kadar nishab, maka tidak ada kewajiban zakat jika harta wajib zakat tidak atau kurang dari kadar nishab, kecuali rikaz (harta karun atau barang temuan). (Untuk rikaz, tetap ada zakatnya, baik jumlah banyak maupun kecil, zakatnya adalah 1/5 atau 20 % --pent).

Milik penuh, menjadi syarat harta wajib zakat. Piutang yang kita miliki tidak terkena kewajiban zakat karena ia tidak ada ditangan kita saat ini.

Haul menjadi syarat harta wajib zakat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada perwajiban zakat atas harta sehingga harta tersebut melewati masa satu haul (12 bulan).” HR. Ibn Majah.

Rasulullah pernah bersabda kepada Ali ibn Abi Thalib: “Jika engkau memiliki 200 dirham, kemudian harta itu tetap ada padamu hingga melewati masa 1 haul (12 bulan), maka ada kewajiban zakat sebesar 1/5-nya atau 20 %; dan engkau tidak ada kewajiban apapun atas kepemilikan emas hingga mencapai 20 dinar; jika engkau memiliki 20 dinar, dan dinar itu tetap menjadi milikmu hingga melewati masa 1 haul, maka ada kewajiban zakat sebesar ½ dinar.” HR. Abu Daud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih semoga kritik dan sarannya