Selasa, 17 Agustus 2010

Sulitnya Kita Bersyukur

Allah mengingatkan kita janji iblis:
"Iblis berkata: Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka; dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur" (Al A’raf: 16-17).

Dalam kehidupan sehari-hari kita amat sering mengajak orang lain agar selalu bersyukur kepada Allah. Di setiap khutbah Jumat, setiap ada kultum di masjid, setiap ada forum tausiyah, senantiasa kita diingatkan dan diajak untuk bersyukur. Seperti tidak pernah bosan kita mengajak, sebagaimana orang lain mengajak kita, agar selalu bersyukur.

Memang, syukur begitu mudah kita ucapkan dan kita sampaikan kepada yang lain, tetapi terlalu berat direalisasikan. Allah ‘Azza wa jalla mensyaratkan syukur kepada hamba-hambaNya, untuk semakin menambah nikmat yang akan diberikan. Namun ada adzab pedih yang dijanjikan kepada mereka yang tidak mau mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana firmanNya artinya:
"dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Ibrahim:7).


Celakanya, sebagian besar manusia ini sedikit bersyukur kepada Allah! Bahkan banyak yang tidak mau mensyukuri nikmatNya, padahal begitu banyak karunia yang Allah berikan kepada manusia ini. Perhatikan firman Allah berikut:
"Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur"
. (Al Baqarah: 243).

Ternyata syukur itu suatu hal yang rumit. Ia mudah diucapkan, mudah dianjurkan kepada orang lain, tetapi mudah pula dilupakan. Ya, sedikit sekali manusia yang mau bersyukur:

"tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur". (As Sajdah: 9).
"dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih".(Saba’: 13)
"akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur". (Al Mu’min: 61).

Oleh karena itu Untuk bisa bersyukur dengan benar, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Pertama, perlu kita ketahui terlebih dahulu nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita (ma’rifatun ni’mah). Bagaimana mau bersyukur kalau tidak mengerti apa yang harus disyukuri? Sekedar mengucapkan alhamdulilah memang mudah, tanpa harus tahu apa yang sedang disyukuri. Tetapi ucapan formal seperti itu tentu bukan merupakan tujuan utama.
Yang sulit adalah mengetahui nikmat yang diterima, lantas disyukurinya. Ada tiga hal, paling tidak, agar kita bisa ma’rifatun ni’mah.
Nikmat yang telah kita terima. Ini adalah sesuatu hal yang amat sulit. Sebab, dalam kenyataannya, nikmat yang tidak kita ketahui macamnya jauh lebih banyak ketimbang nikmat yang kita ketahui.
Yang perlu kita perhatikan, mengetahui suatu nikmat Allah, itu pun termasuk nimat Allah yang harus disyukuri! Sebab betapa banyak orang yang tidak tahu kalau itu merupakan nikmat. Kemudian, kita juga harus tahu jumlah nikmat yang telah kita terima. Ini pun suatu hal yang sulit kita lakukan. Pada kenyataannya kita tidak pernah bisa menghitung jumlah nikmat yang Allah berikan. Jangankan nikmat yang tidak kita ketahui, sedang nikmat yang kita tahu saja tidak sanggup mengitungnya. Berikutnya kita harus tahu pula Ternyata nikmat Allah tidak pernah putus-putusnya sampai kepada kita.
Kenyataannya, untuk mengetahui macam dan jumlah nikmat amatlah sulit, bahkan seperti mustahil. Allah telah berfirman artinya:
"dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)". (Ibrahim: 34).

Kedua, perlu kita ketahui pula pemilik nikmat itu sendiri (ma’rifatu shaahib an ni’mah). Bagaimana bisa bersyukur kalau tidak tahu pemberi nikmat? Di dalam berberapa ayat, Allah bertanya retoris kepada kita, tentang nikmat-nikmat yang telah diberikanNya:
"Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan.Kamukah yang menciptakannya, atau kamikah yang menciptakannya?". (Al Waqi’ah: 58-59).

Air Mani (bibit) adalah barang sepele, dan bisa jadi menjijikkan. Tetapi, pernahkan kita berpikir siapa penciptanya?
"Maka Terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya atau kamikah yang menumbuhkannya?"
. (Al Waqi’ah: 63-64).

Bisa jadi orang menganggap bahwa tumbuhan yang ia tanam itu hidup, berkembang besar dan akhirnya berbuah semata-mata hanya karena hasil usaha ia sendiri. Tetapi, siapakah yang menumbuhkan?
"kalau Kami kehendaki, benar-benar Kami jadikan Dia hancur dan kering, Maka jadilah kamu heran dan tercengang".(Al Waqi’ah: 65).

Pernyataan ini menegaskan, bahwa Allah adalah satu-satunya Menciptakan Segalanya, tiada yang lain.
"Maka terangkanlah air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan ia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?".(Al Waqi’ah: 68-70).

Ya, mengapakah manusia tidak bersyukur? Jika saja semua air menjadi asin, bukankah maunsia baru sadar nikmat Allah dengan menjadikan air yang bening dan enak diminum. Betapa sulitnya syukur itu.

Ketiga, perlu kita ketahui pula hak-hak setelah mendapat nikmat (ma’rifatu huquq an ni’mah). Ada tiga hal, paling tidak, dalam rangka syukur nikmat ini.
Pertama; Yaitu mengingat nikmat Allah yang telah kita terima,
Kedua; memanfaatkan nikmat tersebut
Ketiga; Kemudian direalisasikan untuk mentaati perintah Allah.

Dengan cara mensegerakan perintah Allah, termasuk bersegera melaksanakan shalat secara Berjamaah. Inilah bentuk syukur yang paling tinggi: segala nikmat yang kita terima harus teralokasikan dalam kerangka yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih semoga kritik dan sarannya