Jumat, 29 Oktober 2010

Semangat Berkorban

”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus”. (QS.Al-Kautsar:1-3

Di dalam Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa Allah SWT yang Maha Rahman telah memuliakan junjunan alam Muhammad saw dengan berbagai karunia ”al kautsar”. Yaitu: al khairul katsir (kebaikan yang banyak), di dunia ini diantaranya: al Islam, al Quran, kasratu ummah, al itsar, dan ”rif’atul dzikri”, kemudian telaga al Kautsar di akhirat kelak. Itu semua sudah Allah karuniakan kepada nabi kita Muhammad saw. Sedang bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan ”busyra” kabar gembira, bahwa jika kita memenuhi syaratNya maka semua karunia itu pun disediakan bagi kita. Syaratnya hanya dua saja, yaitu menunaikan shalat karena ”tha’atan wa taqarruban”, dan menyembelih binatang nahar karena ”syukran” atas nikmat Allah yang tak terhitung satuan maupun jumlahnya.
Tetapi sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan اِنَّا شَانِئَكَ هُوَ الاَبْتَرَ Artinya apa, dikarenakan keengganan mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa penunaian shalat dan kurban, maka ”al abtar” terputusna aliran rahmat Allah SWT telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka kegelapan lahir batin telah menanti. Kegelapan individual kemudian kegelapan sosial menjadi tak dapat dihindari.

Bahwa di antara makna ”al kautsar/karunia yang banyak” itu adalah رِفْأََةُ ذِكْرِ kedudukan yang tinggi dan sanjungan yang luhur. Itu merupakan ketetapan yang memang wajar dan logis. Betapa tidak sebab rasa syukur dan pengorbanan itu berada pada anak tangga yang luhur.
- Paling rendah adalah posisi MENGORBANKAN sesama, berarti posisi KEZHALIMAN yang mengantarkan kepada ’ZHULUMAT” kegelapan dunia akhirat, dimana aliran NUR ILAHI dan rahmatNya terputus.
- Posisi di atasnya adalah MEMBIARKAN (EGP) ”Al khudzlan” yang juga dilarang oleh Rasulullah saw. Sikap abai membiarkan sehingga orang lain celaka, meskipun bersifat pasif tapi sesungguhnya termasuk kejahatan kepada sesama.
- Di atasnya posisi INSHAF (fairness/adil). Yaitu berbuat sewajarnya, sebatas menunaikan atau menggugurkan kewajiban agar terhindar dari kezhaliman. Boleh jadi meski positif tapi tidak dikedepankan dengan sepenuh hati.
- Posisi tertinggi adalah TADLHIYAH/BERKORBAN untuk kebaikan sesama atau orang banyak. Tentu saja dasarnya kerelaan yang bukan setengah hati, dan merupakan bentuk keihsanan yang merupakan kelanjutan dari taqwa” ثُمَّ تَّقَوْ وَاَحْسَنْ ”kemudian mereka bertaqwa dan berbuat ihsan. dan ”WALLAHU YUHIBBUL MUHSININ”. (Al Maidah, 93). Maka hanya cinta Allah yang akan diberikan kepada mereka yang berkorban dan berbuat ihsan.

Binatang kurban yang disebut UDLHIYAH adalah simbolisasi TADLHIYAH yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ‘ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih binatang kurban merupakan ‘ibadah material yang ritual, maka pengorbanan di jalan Allah merupakan ‘ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas. Tidak ada ruginya orang yang berudlhiyah dan bertadlhiyah, karena sesungguhnya termasuk dalam kerangka MULTI QURBAN/pendekatan diri dan MULTI INVESTASI.
- TADLHIYAH/BERKORBAN merupakan multi pendekatan diri, sebagaimana dinyatakan dalam ikrar seorang muslim yang bertaqarrub kepada Rabbnya melalui shalat : INNA SHALATI WA NUSUKI WA MAHYAYA WA MAMATI LILLAHOI RABBIL ‘ALAMIN LA SYARIKA LAH.
Kita diperintahkan untuk bertaqarrub kepada Maha Pencipta dengan shalat serta ‘ubudiah yang lain, dan bertaqarrub kepada Allah dalam segala aktivitas hidup ini.

TADLHIYAH/BERKORBAN bermakna multi investasi:
- Merupakan investasi sosial (social investment) karena jelas, pengorbanan baik material maupun moral memberikan dampak sosial yang positif. Dalam Al Quran Surah Annisa ayat 114 disebutkan: Bahwa tidak ada kebaikan dalam pembicaraan atau wacana yang diadakan, kecuali untuk mengajak orang bersedekah, memerintahkan yang ma’ruf, atau untuk mendamaikan sengketa di antara masyarakat. Dan barangsiapa melakukan itu karena ridha Allah niscaya berbalas pahala yang besar.
- Bertadlhiah meruapakan investasi ekonomi (economic investment). Sebagaimana dinyatakan dalam QS al Lail, ayat 5- 10: “Barangsiapa memberi dan bertaqwa serta membenarkan balasan yang sebaik-baiknya, maka niscaya Kami beri kemudahan demi kemudahan. Dan barangsiapa yang kikir dan merasa tidak memerlukan orang lain serta mendustakan pahala yang lebih baik, maka niscaya Kami bukakan baginya pintu kesulitan”.
- Bertadlhiah juga merupakan bentuk investasi moral, yang mampu mengikis kekikiran ” Syuhh”. Sifat kikir yang sangat berbahaya, sebagaimana diperingatkan dalam sabda Rasulullah saw:
Artinya: ”Hati-hati dengan sifat kikir. Sebab sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian diakibatkan kekikiran, sifat kikir telah mendorong mereka untuk berlaku pelit, lalu mendorong mereka untuk memutus silaturahim dan akhirnya telah mendorong mereka melakukan kejahatan”.
- Dan terakhir, pengorbanan di jalan Allah tentu saja sebagai investasi ukhrawi. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits bahwa ’ibadah orang yang menyembelih binatang kurban sudah diterima Allah sebelum darahnya menetes ke tanah, dan merupakan seutama-utama ’ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Kamis, 21 Oktober 2010

7 etika menjenguk orang sakit

Menjenguk orang sakit amat dianjurkan dalam ajaran Islam. Karena amalan ini disamping bernilai ibadah, juga memberikan dampak positif tak hanya kepada si sakit, si penjenguk pun memperoleh manfaat darinya. Akan tetapi itu bisa diperoleh maksimal jika diiringi dengan amalan-amalan lainya.

Diriwayatkan di dalam hadits sahih muttafaq 'alaih dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Hak orang muslim atas orang muslim lainnya ada lima: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantarkan jenazahnya, mendatangi undangannya, dan mendoakannya ketika bersin."

Dalam Ktab Nailul-Authar, yang dimaksud dengan sabda Rasulullah saw. tentang 'hak orang muslim' ialah tidak layak ditinggalkan dan melaksanakannya ada kalanya hukumnya wajib atau sunnah muakkad yang menyerupai wajib. Sedangkan menggunakan perkataan tersebut --yakni haq (hak)—dengan kedua arti di atas termasuk bab menggunakan lafal musytarik dalam kedua maknanya, karena lafal al-haq itu dapat dipergunakan dengan arti 'wajib', dan dapat juga dipergunakan engan arti 'tetap,' 'lazim,' 'benar,' dan sebagainya."

Begitu mulianya amalan menjenguk orang sakit, sampai-sampai Rasulullah bersabda. "Sesungguhnya apabila seorang muslim menjenguk orang muslim lainnya, maka ia berada di dalam khurfatul jannah."

Dalam riwayat lain para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw.: "Wahai Rasulullah, apakah khurfatul jannah itu?" Beliau menjawab, "Yaitu taman buah surga."

oleh karena itu ada beberapa etika yang harus diperhatikan ketika menjenguk orang sakit

1. Bertanya tentang Kondisi Si Sakit kepada Keluarganya

Tentu, ketika seseorang menjenguk si sakit, maka ia juga bertemu juga dengan keluarganya. Hendaknya penjenguk menanyakan kondisi si sakit kepada mereka terlebih dahulu. Karena mereka juga memahami benar kondisi kesehatan si sakit.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa suatu saat Ali bin Abu Thalib pergi, setelah ia berada bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (SAW) di saat beliau menderita sakit, yang menyebabkan wafatnya beliau. Orang-orang mengatakan,”Wahai Abu Hasan (julukan Ali bin Abi Thalib), bagaimana keadaan Rasulullah (SAW)?” Ia menjawab,”Pagi ini alhamdulillah, beliau sembuh.” (Riwayat Bukhari).

2. Bertanya kepada Si Sakit tentang Kondisinya

Walau sudah mengetahui keadaan si sakit lewat keluarganya, perlu juga bertanya kepada si sakit, disamping untuk memperoleh informasi tambahan, bertanya kepadanya bisa meringankan, karena ia merasa ada yang memperhatikan kondisinya.

Rasulullah (SAW) bersabda,”Kesempurnaan menjenguk orang sakit...hendaknya salah satu diantara kalian meletakkan tangannya di atas kening si sakit atau tangannya dan mengatakan kepadanya, bagaimana keadaannya.” (Riwayat Tirmidzi).


3. Mendoakan si Sakit

Dari Sa’ad bin Abi Waqash Radhiyallahu ‘anhu (RA) ia berkata,”Rasulullah (SAW) menjenguk saya ketika saya sakit dan mengatakan,”Allahumma isyfi Sa’dan, allahumma isyfi Sa’dan, allahumma isyfi Sa’dan.” (Riwayat Muslim).
Doa itu bermakna, ya Allah, sembuhkanlah Sa’ad. Selain doa ini, ada pula beberapa doa yang lainnya.

4. Berpesan kepada Keluarga Si Sakit agar Melayaninya dengan Baik

Sesungguhnya seorang perempuan dari Juhainah mendatangi Rasulullah (SAW) dalam keadaan hamil karena perzinaan lalu ia mengatakan,”Wahai Rasulullah, saya telah terkena hadd, maka lakukanlah itu kepada saya.” Maka Rasulullah (SAW) mendatangi walinya dan berpesan,”Perlakukanlah ia dengan baik...” (Riwayat Muslim).

sebagian ulama menyamakan kondisi hamil dengan sakit. Sehingga Imam Nawawi menjadikan hadits ini sebagai dalil atas dianjurkannya berpesan kepada keluarga agar memperlakukan si sakit dengan baik.

5. Menghibur Si Sakit

Agar si sakit merasa tenang, dianjurkan juga penjenguk menghiburnya. Rasulullah (SAW) bersabda,”Jika kalian mengunjungi orang sakit...hilangkan kekhawatirannya mengenai ajal, itu tidak bisa menolak apapun, akan tetapi bisa menghibur dirinya.” (Riwayat Tirmidzi).

Ibnu Alan menjelaskan, bahwa menghibur si sakit bisa menggunakan ungkapan, Allah akan memperpanjang umurmu atau Allah akan menyembuhkanmu.

6. Menyebut Kebaikan Si Sakit

Menyebut kebaikan si mayit, bisa membesarkan hatinya, terutama dalam menghadapi situasi yang membuat si sakit khawatir. Ini sejalan dengan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim.

Dari Ibnu Syumamah, ia berkata,”Kami menghadiri Amru bin Ash (RA) dan beliau telah mendekati ajal. Beliau menangis lama, kemudian memalingkan wajahnya ke dinding, hingga putra beliau mengatakan,”wahai ayah, bukankah Rasulullah telah memberi kabar gembira kepadamu dengan begini?” Bukankah Rasulullah telah memberi kabar gembira kepadamu dengan begini?” Bukankah Rasulullah telah memberi kabar gembira kepadamu dengan begini?” (Riwayat Muslim).

7. Meminta Doa kepada Si Sakit

Menjenguk si sakit memberi manfaat juga kepada si penjenguk, karena doa si sakit lebih mudah terkabul. Sehingga dianjurkan agar penjenguk meminta doa kepada si sakit. Rasulullah (SAW) bersabda,”Jika kalian mengunjugi orang sakit...maka mintalah agar ia mendoakanmu. Sesungguhnya doanya seperti doa para malaikat.” (Riwayat Ibnu Majah). [tho/www.hidayatullah.com]